SIGMA FISIKA

SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI TEMPAT BELAJAR DAN BERBAGI ILMU PENGETAHUAN

Saturday, May 25, 2019

PPT HUKUM NEWTON

Share:

RPP HUKUM NEWTON

Share:

Tuesday, May 14, 2019

PENGERTIAN, KARAKTERISTIK, TUJUAN DAN MANFAAT PTK



1.  Pengertian PTK
Penelitian Tindakan Kelas atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan classroom action research sejak lama berkembang di negara-negara maju seperti Inggris. Australia dan Amerika. Ahli-ahli pendidikan di negara tersebut menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Mengapa demikian? Karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme dalam proses belajar mengajar di kelas dengan melihat indikator keberhasilan proses pembelajaran. Dalam hal ini McNift (1992:1) seperti dikutip Suyanto (1997:2) memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengembangkan kurikulum, sekolah, dan pengembangan dalam proses belajar mengajar dll.
Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri terhadap praktek pembelajaran yang dilakukan di kelas. Dengan PTK, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dari berbagai aspek selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui penelitian tindakan kelas ini guru dapat melakukan penelitian terhadap proses atau hasil yang diperoleh secara reflektif di kelas, sehingga hasil penelitian dapat diapakai untuk memperbaiki praktek pembelajarannya.
Penelitian Tindakan Kelas juga dapat menjebatani kesenjangan antara teori dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan setelah seseorang melakukan penelitian terhadap kegiatannya sendiri, di kelasnya sendiri, dengan melibatkan siswanya sendiri, melalui suatu tindakan yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi, guru tersebut akan memperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan pembelajarannya. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori pembelajaran dapat diterapkan dengan baik di kelas yang dimilikinya. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses atau produk pembelajaran yang lebih efektif.

2.  Karakteristik PTK
Setiap penelitian memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri. Bagi PTK karakteristik yang menonjol adalah dalam hal masalah yang akan diteliti. Masalah yang diangkat dan akan dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari permasalahan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapai oleh guru. PTK akan dapat dilaksanakan oleh guru jika sejak awal guru menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran yang dihadapinya di kelas. Jika guru tidak pernah merasa menemui masalah dalam kegiatan pembelajaran, PTK tidak diperlukan. Namun tidak semua guru dapat melihat kekurangannya sendiri, meskipun sudah melakukan kesalahan-kesalahan berpuluh-puluh tahun di kelas. Persoalan yang muncul dianggap hal biasa sehingga tidak perlu perbaikan diri. Oleh karena itu, perlu bantuan orang lain untuk melihat hal-hal apa saja yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung di kelasnya.
Karakteristik kedua adalah bahwa PTK merupakan penelitian tindakan kolaboratif yaitu penelitian yang melibatkan orang lain untuk bersama-sama menemukan dan merumuskan persoalan pembelajaran di kelas. Dalam konteks  ini guru dapat berkolaborasi dengan dosen FKIP untuk melakukan penelitian tindakan kelas. Dari kolaborasi ini akan muncul kesadaran kemungkinan perbaikan pembelajaran melalui PTK.

3.  Tujuan PTK
Terkait dengan penelitian tindakan kelas sebagai sarana strategis layanan pendidikan bagi dalam konteks pembelajaran guru muncul pertanyaan bagaimana tujuan penelitian dapat dicapai? Tujuan penelitian tindakan kelas dapat  dicapai  dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu fokus penelitian tindakan kelas adalah terletak pada tindakana-tindakan alternatif yang direncanakan oleh guru, kemudian dicobakan, dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif yang dilakukan dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi guru.
Tujuan penelitian tindakan kelas terkait erat dengan keinginan seseorang untuk meningkatkan dan atau memperbaiki praktek pembelajaran di kelas. Penelitian ini seharusnya dilakukan oleh para guru, karena para guru adalah orang yang secara langsung berhadapan dengan permasalahan-permasalahan yang ada di kelasnya. Penelitian tindakan kelas merupakan cara strategis bagi guru untuk memperbaiki  proses pembelajaran di kelas. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc.Niff (1992) dalam Suyanto (1997: 5) yang menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya penelitian tindakan kelas adalah perbaikan. Perbaikan di sini terkait dan memiliki konteks dengan proses pembelajaran.
Selain tujuan utama dari penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan dan atau memperbaiki proses pembelajaran di kelas, ada tujuan penyerta yang dapat dicapai sekaligus berupa terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian tindakan kelas berlangsung. Hal ini terjadi karena tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah perbaikan dan peningkatan layanan dalam proses pembelajaran. Dengan strategi ini guru akan lebih banyak berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif sebagai upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran Dari perolehan pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang dapat digenaralisasikan.

4.  Manfaat PTK
Setiap tindakan dalam proses pembelajaran pasti mempunyai tujuan. Keberhasilan suatu tindakan dapat diukur dengan melihat manfaatnya. Demikian juga dengan penelitian tindakan kelas, selain bertujuan meningkatkan dan  atau memperbaiki proses pembelajaran di kelas keberhasilannya diukur dari kemanfaatan tindakan alternatif bagi perbaikan tersebut.
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari penelitian tindakan kelas mencakup (a) inovasi pembelajaran, (b) pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan kelas, (c) peningkatan professional guru.
Dalam inovasi pembelajaran, guru selalu perlu mencoba untuk mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar ia mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Guru selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda-beda setiap tahun. Oleh sebab itu kalau guru mengadakan penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan yang dihadapi di kelasnya dan menghasilkan solusi terhadap masalahnya. Dengan proses belajar di kelas seperti itu guru tersebut telah melakukan inovasi pembelajaran.
Dari aspek pengembangan kurikulum, penelitian tindakan kelas juga dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru. Guru kelas harus bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dalam tingkat sekolah maupun kelas, penelitian tindakan kelas akan sangat bermanfaat sebagai salah satu sumber masukan.
Dari aspek profesionalisme guru dalam proses pembelajaran memiliki manfaat yang sangat penting. Guru yang professional tentu tidak enggan melakukan perubahan- perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi kelasnya. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, untuk selanjutnya meningkatkan ke arah perbaikan secara profesional.
Guru profesional menurut Suyanto (1997) perlu melihat dan menilai sendiri secara kritis terhadap parktek pembelajarannya di kelas. Dengan melihat unjuk  kerjanya sendiri, kemudian direfleksikan, lalu diperbaiki guru akhirnya akan mendapatkan otonomi secara profesional. Konsep penting dalam pendidikan adalah selalu adanya upaya perbaikan dari waktu ke waktu pada proses pemebalajarnnya. Hal ini terjadi karena guru mau melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan profesionalismenya.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami bahwa penelitian tindakan kelas memiliki perbedaan dengan penelitian konvensional pada umumnya. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 1: Perbedaan penelitian tindakan kelas dengan penelitian konvensional:






Daftar Pustaka
Suyanto. 1997. Pedoman PelaksanaanPenelitian Tindakan Kelas (PTK)., Bagian satu. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Bagian Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (BP3GSD).
Sudarsono. 1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK): Bagian kedua. Jakarta: Dirjen Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Bagian Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (BP3GSD).
Depdiknas. 2005. ”Penulisan Karya Ilmiah” dalam Materi Pelatihan Terintegrasi Jilid 3.
Jakarta:  Depdiknas  Dirjen    Pendidikan Dasar dan Mengengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.

Share:

MENETAPKAN DAN MERUMUSKAN MASALAH PENELITIAN TINDAKAN KELAS




Konsep penelitian tindakan bermula dari ide Kurt Lewin tahun 1946. Lewin menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah usainya perang dunia kedua dalam usaha menyelesaikan berbagai masalah sosial. Ide tersebut kemudian disempurnakan dan dikembangkan untuk tindakan kelas oleh para ahli sesudahnya, antara lain oleh Stephen Corey tahun 1953 dan John Elliot tahun 1976. PTK merupakan salah satu kegiatan ilmiah yang disarankan untuk dilakukan guru. Dengan PTK berarti terdapat tindakan nyata dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan profesionalitas guru.
Walaupun begitu strategis, konsep dan fungsi PTK dalam peningkatan profesionalitas guru, namun ternyata banyak permasalahan yang penulis dapatkan saat bertugas dalam fasilitasi mengenai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kepada guru dan juga pengawas dan kepala sekolah. Apa yang kemudian dapat disimpulkan antara lain bahwa diperlukan suatu prosedur yang cukup praktis bagi guru dan pendidik untuk dapat melakukan PTK. Walaupun demikian, kita tidak dapat melakukan hal secara praktis dengan meninggalkan teori, begitu pula kita tidak dapat melakukan hal berdasarkan teori belaka tanpa mengetahui pada tataran teknis pelaksanaannya. Oleh karena itu, walaupun akan disampaikan sepraktis mungkin, namun diusahakan masih dalam koridor teori mengenai penelitian tindakan.
Dalam artikel kali ini, penulis mencoba menguraikan langkah-langkah yang diperlukan untuk menetapkan dan merumuskan masalah PTK. Perumusan masalah merupakan bagian yang paling penting dalam PTK, mengingat hal ini merupakan hal mendasar bagi pelaksanaan sebuah PTK. Di bawah ini langkah-langkah dalam menetapkan sebuah masalah PTK hingga merumuskan masalah yang akan dipecahkan dengan PTK.


A.     Bagaimana menetapkan masalah PTK?

Identifikasi dan kumpulkan semua permasalahan yang terjadi pada pembelajaran yang biasa dilakukan.

o   Prinsip 1: permasalahan harus dialami sendiri oleh guru dan siswa yang bersangkutan, bukan pihak lain (misalnya guru lain, kelas lain, atau sekolah lain).

o   Prinsip 2: permasalahan harus terkait dengan materi pelajaran yang diajarkan guru, bukan topik di luar mata pelajaran.

o   Petunjuk 1: masalah yang dipilih tidak terlalu sederhana, tapi juga tidak terlalu rumit.

o   Petunjuk 2: masalah yang memungkinkan dilakukan siklus (untuk mengulangi tindakan solusi).

o   Catatan : Bisa terjadi bahwa suatu hal bagi guru yang satu merupakan masalah, namun bagi guru yang lain bukan merupakan masalah. Namun, setiap guru pasti memiliki masalah. Analoginya, setiap orang pasti memiliki masalah kesehatan, seberapa pun kecilnya. Mungkin bagi seseorang masalah kesehatan paling besar adalah menurunkan berat badan, kulit kurang cerah, atau susah tidur, dan mungkin bagi orang lain masalah kesehatannya adalah penyakit yang lebih besar semisal demam, patah tulang, atau penyakit jantung. 

Tetapkan tingkat kegentingan (emergency) dan kepentingan (urgency) dari setiap masalah

o   Prinsip 1: masalah dianggap genting bila masalah tsb dapat mengakibatkan masalah lain yang lebih besar jika tidak segera dipecahkan.

o   Prinsip 2: masalah dianggap penting bila masalah itu langsung berhubungan dengan kemajuan belajar siswa (baik kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya)

o   Petunjuk 1: buat skala prioritas berdasarkan kemampuan (guru), waktu, biaya, dan sarana yang harus tersedia.

Pilih yang paling genting dan paling penting untuk dipecahkan.


 o   Petunjuk 1: dua atau lebih masalah mungkin dapat dipecahkan dengan tindakan yang sama.
o   Catatan : bisa terjadi masalah yang paling penting dan genting bagi guru yang satu, bukan menjadi masalah yang paling genting dan penting bagi guru yang lain. Jadi, dalam memilih masalah, jangan berdasarkan pada orang lain, namun harus didasarkan pada guru bersangkutan.

B.      Bagaimana memilih tindakan untuk memecahkan masalah tsb?

Selidiki mengapa masalah tersebut dapat terjadi? Apa saja hal-hal yang mungkin menyebabkan masalah tersebut terjadi?

o   Catatan : analog seperti masalah kesehatan, bahwa  kita  perlu  mendiagnosa apa yang mungkin menjadi penyebab penyakit tersebut. Demikian pula dengan masalah pada PTK. Dengan mengetahui hal-hal yang terkait dengan masalah tersebut, maka pemilihan tindakan dapat lebih rasional dan akurat.

Pelajari berbagai macam tindakan dalam pembelajaran, kelebihan dan kekurangannya. Kumpulkan pula hasil penelitian yang mendukung tindakan tsb.

o   Petunjuk : tindakan dapat berupa metode atau teknik pembelajaran (misalnya metode eksperimen tipe A, metode diskusi kelompok tipe B), cara interaksi belajar mengajar (misalnya bertanya secara kelompok, bertanya dengan teman, bertanya dengan tulisan, menjawab dengan kertas) atau cara mengelola kelas termasuk sarana dan prasarana (misalnya susunan kursi melingkar, belajar di taman, penggunaan teknologi).

Pilih salah satu tindakan yang paling memungkinkan dapat memecahkan masalah PTK.

o   Prinsip : tindakan yang dipilih harus rasional dan aplikabel (dapat diterapkan)
o   Catatan : seperti memilih  obat  untuk  menyembuhkan  penyakit,  maka kita harus selektif dan tepat dalam memilih obat. Jadi, jangan sampai tindakan yang kita pilih tidak sesuai dengan masalah.

  Terhadap tindakan yang dipilih, rumuskan langkah-langkah tindakan tersebut secara teknis.

o   Petunjuk : langkah-langkah tindakan menggambarkan apa yang dilakukan guru, apa yang dilakukan siswa, dan sarana atau prasarana apa yang harus dipersiapkan.
o   Catatan : jika tindakan tidak dijabarkan secara teknis, maka akan sulit  untuk mengidentifikasi apa yang harus diperbaiki bila dalam sekali ujicoba (siklus) belum diperoleh hasil yang diharapkan.

C.     Bagaimana merumuskan masalah PTK?

  • Nyatakan rumusan masalah dengan kalimat tanya.
  • Nyatakan rumusan masalah lebih dari satu, minimal terdapat satu masalah untuk menjawab hasil (dengan ciri pertanyaan: Apakah ….), dan satu masalah untuk menjawab proses (dengan ciri pertanyaan: Bagaimana …. )

   Contoh.

  • Apakah metode pembelajaran koorperatif tipe ABC dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VII SMP Mulia Kecamatan Cerdas Kabupaten Unggul?
  • Bagaimana (penerapan) metode pembelajaran koorperatif tipe ABC (yang) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa kelas VII SMP Mulia Kecamatan Cerdas Kabupaten Unggul?

o   Prinsip : dengan telah dirumuskannya masalah PTK, maka kegiatan penelitian difokuskan untuk mencari jawab terhadap masalah tersebut dengan melakukan aksi (tindakan) yang ada. Walaupun demikian, harus juga dijaga dan direkam agar perlakuan tindakan tersebut tidak menimbulkan masalah baru.

o   Petunjuk : Walaupun bukan suatu keharusan, namun dengan melaporkan komponen-komponen penting lainnya dalam hasil penelitian, akan turut mendukung bahwa PTK yang dilakukan selain berhasil menuntaskan masalah juga tidak menimbulkan masalah baru. Komponen lain yang perlu diawasi dan (mungkin) dilaporkan, antara lain: prestasi belajar, motivasi belajar, dan disiplin belajar. Oleh karena bukan fokus PTK, maka komponen-komponen lain ini dikumpulkan datanya menggunakan instrumen yang sederhana namun fokus. 
Demikian langkah-langkah dalam menetapkan masalah hingga merumuskan masalah PTK. Semoga tulisan di atas dapat membantu para pendidik, utamanya guru, agar dapat menyusun sebuah proposal PTK yang berkualitas. Tentu, masih ada komponen lain yang harus dikaji dan disusun dalam PTK. Untuk artikel mendatang, akan diuraikan kelanjutan langkah yang diperlukan tersebut.



SUMBER REFERENSI


Sumardyono. 2003. Penelitian Tindakan. Naskah Modul Diklat Berjenjang. Jakarta: Dirjen PMPTK.


Share:

TINJAUAN PUSTAKA (PENGUTIPIAN YANG BENAR)


PENDAHULUAN

Penelitian kuantitatif bermula dari teori menuju data dan berakhir pada uji hipotesa berupa penolakan dan penerimaan dari teori yang digunakan. Proses dari pengambilan teori digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dengan tujuan penelitian mempunyai kerangka yang jelas, rasional dan tidak jauh dari tujuan yang diharapkan dengan variable‐variabel yang digunakan.

Hal yang mudah untuk sebuah penelitian kuantitatif, namun masih banyak peneliti pemula yaitu para mahasiswa/I yang menyusun skripsi/tugas akhir yang bingung harus memilih teori tepat yang akan digunakan. Sehingga banyak teori yang diambil yang dikutip pada kerangka berfikir, pada landasan teori yang intinya sama dari satu sumber dengan sumber yang lain, dan lupa untuk mengambil teori sebagai pendukung atau melengkapi teori pertama yang sudah ada dengan tujuan untuk memperkuat kajian teoritis. Lalu bagaimana seperti apa tinjauan pustaka yang harus diambil? Berapa banyak teori yang dapat dijadikan kerangka berfikir untuk memperoleh variable‐variabel yang tepat? Cara mengutip yang baik?

Dalam makalah ini akan diikhtisar dari tulisan‐tulisan yang sudah ada tentang membuat kerangka berfikir, tinjauan pustaka dan cara mengutip yang dibenarkan sehingga terhindar dari tindakan yang dikatakan sebagai plagiarisme.

KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berfikir adalah perpaduan antara asumsi‐asumsi teoritis dan asumsi‐asumsi logika dalam menjelaskan atau memunculkan variable‐variabel yang diteliti serta bagaimana kaitan diantara variable‐variabel tersebut, ketika dihadapkan pada kepentingan untuk mengungkapkan fenomena atau masalah yang diteliti. Ada tiga kerangka berfikir yang digunakan yaitu :
1.      Kerangka teoritis
Adalah uraian yang menegaskan tentang teori apa yang dijadikan landasan serta asumsi‐asumsi teoritis yang dari teori tersebut akan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang diteliti.
2.      Kerangka konseptual
Adalah uraian yang menjelaskan konsep‐konsep apa saja yang terkandung didalam asumsi teoritis yang akan digunakan untuk mengabstraksikan (mengistilahkan) unsur‐unsur yang terkandung di dalam fenomena yang akan diteliti dan bagaimana hubungan diantara konsep‐ konsep tersebut.
3.      Kerangka operasional


Adalah penjelasan tentang variable‐variabel apa saja yang diturunkan dari konsep‐konsep terpilih, dan bagaimana hubungan di antara variable‐variabel tersebut, serta hal‐hal apa saja yang dijadikan indicator untuk mengukur variable‐variabel yang bersangkutan.

Kerangka teoritis sampai dengan operasional saling berhubungan. Kalau digambarkan sebagai berikut :



Kerangka Teoritis
Kerangka Konseptual
Kerangka operasional
Teori 1
Teori 2
Teori 3
Teori 4
Skema Gambar hubungan teori tersebut
Variabel X:
          Indikator x

Variabel Y :
          Indikator Y
Gambar 1. Kerangka Berfikir

Dalam kerangka berfikir ini tidak harus semua teori dimasukan, hanya teori yang kuat dan relevan yang digunakan ditambahkan teori pendukung lainnya. Jadi paling banyak 4 teori yang kuat relevan dan pendukungnya, dibuatkan skema gambarnya dan diuraikan variable dan indicator‐indikator, sehingga penelitian memiliki alur yang jelas.


TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan pustaka , landasan teori bahasa yang digunakan untuk Bab 2 pada karya ilmiah atau penelitian harus memiliki 4 kriteria yaitu :
1.      Penjelasan secara induktif tentang variable yang diteliti.
2.      Penjelasan secara empiris dengan didukung dengan fakta‐fakta mengenai persoalan yang berkaitan dengan variabel yang diteliti.
3.      Masalah‐masalah yang sedang dihadapi terkait dengan variable yang diteliti dasar peneliti untuk melakukan penelitian.
4.      Review dari berbagai hasil studi sejenis yang dikerjakan orang lain di tempat lain.

Tinjauan pustaka ini bukan memindahkan tulisan orang lain namun memiliki peranan penting dan membantu dalam hal mengungkapkan sebagai berikut :

1.       Pengetahuan tentang penelitian yang berkaitan, memungkinkan peneliti menetapkan batas‐ batas bidang penelitiannya.
2.       Pemahaman teori dalam suatu bidang memungkin peneliti itu menetapkan masalah dalam perspektifnya.
3.       Melalui pengkajian pustaka yang relevan, para peneliti dapat mengetahui prosedur dan instrument mana yang telah terbukti berguna atau tidak.
4.       Studi yang cermat terhadap bahan pustaka yang relevan dapat menghindarkan terjadinya pengulangan studi sebelumnya secara tak sengaja.
5.       Pengkajian pustaka yang berkaitan menempatkan peneliti pada posisi yang lebih baik untuk menafsirkan arti pentingnya hasil penelitiannya sendiri.
6.       Ide‐ide tentang variable yang menyatakan penting dan tidak penting dalam bidang kajian tertentu.
7.       Informasi tentang kegiatan yang dilakukan dan dapat diterapkan secara berarti.
8.       Status kegiatan dalam hal‐hal yang berkaitan dengna kesimpulan dan hipotesis.
9.       Kebermaknaan hubungan antara variable‐variabel yang telah dipilih dalam penelitian dan keinginan untuk membuat jadwal sementara.
10.   Sebagai dasar untuk menetapkan koteks suatu masalah.
11.   Sebagai dasar untuk menetapkan tentang pentingnya suatu masalah penelitian.

Tinjauan pustaka apa saja yang dapat digunakan?. Ada dua kategori sumber pustaka yang digunakan baik tercetak maupun elektronik yaitu primary sources dan secondary sources. Primary sources adalah sumber pustaka utama yang dipertimbangkan untuk harus digunakan contohnya seperti : jurnal ilmiah, majalah ilmiah, hasil seminar dan workshop, makalah dan penelitian lainnya atau sumber pustaka utama ini terkait dengan informasi yang terbarukan atau update. Secondary sources adalah pustaka penunjang seperti buku, kamus, terbitan pemerintah, ensiklopedi atau informasi dari pustaka penunjang ini tidak terkait informasi terbarukan.

MENGUTIP YANG BENAR


Membuat kutipan dari sebuah rujukan referensi, diawali dengan membuat atau mencantumkan format rujukan. Dalam format rujukan pengarang, mencantumkan nama akhir/nama belakang/marga dan tahun (marga : tahun). Jika ada dua pengarang, formatnya dua marga pengarang tersebut diikuti tahun (2 marga : tahun). Lebih dari dua pengarang, menyebutkan nama marga pengarang pertama diikuti et.al atau dkk lalu tahun (marga…et.al: tahun). Format rujukan tanpa pengarang atau nama lembaga yaitu mencantumkan nama lembaga atau nama dokumen atau tersebut dikuti tahun. Perunjukan karya terjemahan dengan cara menyebutkan nama pengarang aslinya.

Setelah mengetahui format rujukan, selanjutnya cara menguntip yang dibenarkan. Dibedakan format kutipan yang kurang dari 40 kata atau lebih dari 40 kata.

Kutipan kurang dari 40 kata:


Kutipan yang kurang dari 40 kata, ditulis di antara tanda kutip (“..”) terpadu teks utama dalam spasi rangkap diikuti nama pengarang, tahun dan nomor halaman yang dikutip. Contoh :
Guira (1972:124) defines empathy as “ a process of comprehending in which a temporary fusion of self‐object boundaries permits an immediate emotional apprehension of the affective experience of somebody else.”
Contoh untuk dua nama pengarang :
In addition to formal reaching, theresearcher concluedes that” formal teaching does not help” (Krashen and Terrel, 1983:27).

Kutipan lebih dari 40 kata :


Ditulis tanpa tanda kutip terpisah dari teks, dimulai dari ketukan keenam dari margin kiri. Contoh : Funher, Krashen and Terrel (1983:28) explain :


The natural order hypothesis does not state that every acquirer will acquire grammatical structures in the exact same order. It states that, in general, certain structures tend to be acquired early and others to be acquired late… .
Kutipan lebih dari 40 kata dengan sebagian teks yang dihilangkan harus diikuti dengan tanda titik‐ titik sebanyak 3 kali. Contoh :
Funher, Krashen and Terrel (1983:28) explain :

The natural order hypothesis does not state that every acquirer …. It states that, in general, certain structures tend to be acquired early and others to be acquired late… .
Kutipan kurang atau lebih dari 40 kata adalah termasuk kutipan langsung, maka selain itu ada kutipan tidak langsung. Caranya dengan menggunakan bahasa penulis sendiri dengan system summary tanpa tanda kutipan, nama pengarang dan tahun terbit serta nomor halaman terpadu dalam satu paragraph. Contoh :
Brown (1987) point out the importance of this condistion in learning foregn language. He claims that foreign language learners benefit form positive attides… atau
Culture shock is one of four successive stages of acculturation (Brown, 987:129).


KESIMPULAN

Memilih tepat teori yang digunakan sebagai tinjauan pustaka memperjelas hasil penelitian yang diharapkan. Kemudian mengikuti kaidah pengutipan yang baik sesuai dengan standard yang ada berguna sebagai s alah satu hal untuk menghindari plagiarisme. Tinjauan pustakan dan mengutip yang baik salah satu kerangka penilitian yang membandingkan teori dengan data dilapangan dalam analisis penelitian sebagai langkah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA


Sylvia Saraswati.2009. Cara Mudah Menyusun Propsal, Skripsi,Tesis, Desertasi.Yogyakarta : Ar‐Ruzz Media.

Teguh Budiharso.2009.Panduan Lengkap Penulisan Karya Ilmiah.—Cet.4.—Yogyakarta : Venus.

Share:

SEJARAH PTK, ETIKA PTK, KRITIK TERHADAP PTK, PERBEDAAN PTK DAN NON PTK




 




A.      SEJARAH LAHIRNYA PTK

Cikal bakal lahirnya penelitian tindakan kelas (PTK) dapat ditelusuri dari awal penelitian dalam ilmu pendidikan yang diinspirasi melalui pendekatan ilmiah yang diadvokasi oleh filsuf John Dewey (1910) dalam bukunya How We Think dan The Source of a Science of Education (Supardi, 2002:101). Pendekatan ilmiah yang dianut Dewey sangat ideal, namun pendekatan demikian tidak mampu menyelesaikan masalah sosial menjadi sebuah inkuiri sosial maupun kependidikan yang merupakan sebuah upaya kolaboratif dengan munculnya suatu kebutuhan yang mendesak dalam ilmu pendidikan yang lebih memfokuskan pada masalah praktik bukan pada teori. Kebutuhan terhadap sebuah upaya kolaboratif dalam menyibak tabir pendidikan semakin hari dirasakan semakin mendesak.
Perkembangan selanjutnya mengenai PTK digagas oleh seorang psikolog sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Gagasan Lewin dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot dan Dave Ebbut dan sebagainya. Lewin mendirikan lembaga riset The Research Center For Group Dynamics di Massachusset Institute of Tecnology. Lewin mengunakan istilah action research dalam upaya memecahkan persoalan di masyarakat. Dalam risetnya, Lewin menekankan pentingnya kerjasama dalam mengumpulkan data sosial.
Action research dikembangkaan Kurt Lewin dengan tujuan untuk mencari penyelesaian terhadap problem sosial, seperti pengangguran atau kenakalan remaja yang berkembang di masyarakat. Action research diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problem secara sistematis.
    Hasil kajian ini kemudian dikembangkan sebagai dasar untuk menyusun suatu rencana kerja sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan dan rencana kerja yang telah disusun, dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang hasilnya digunakan sebagai masukkan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat tahapan pelaksanaan. Hasil dari proses refleksi ini, melandasi upaya perbaikan dan penyempurnaan rencana tindakan selanjutnya.
Menurut Lewin, action research dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu: (1) penelitian komparatif yang membandingkan kondisi dan pengaruh dari berbagai ragam tindakan sosial, dan (2) penelitian yang merespon konflik-konflik sosial tertentu dan mengarahkannya pada tindakan sosial. Pengetahuan (teori) tentang tindakan sosial dapat dikembangkan dari hasil pengamatan terhadap tindakan dalam konteks.
Riset tindakan yang dilakukan Lewin secara umum menggunakan langkah spiral yang terdiri dari planning, action, observation, reflection dan planning act. Riset tindakan bukan hanya membantu manusia dan organisasi bersikap terhadap dunia luar, tetapi juga membantu mengubah dan berefleksi tentang sistemnya sendiri. Riset tindakan bukan hanya akan mengembangkan suatu organisasi keluar, tetapi juga pengembangan ke dalam (Suparno, 2008:11).
Dekade 50-an Stephen Corey mengembangkan action research dalam dunia pendidikan dengan melibatkan guru, supervisor, orang tua dan administrator sekolah. Corey menyatakan bahwa metode penelitian ilmiah kuantitatif kurang memberikan sumbangan nyata pada praktek pendidikan dan sebagian besar peneliti kependidikan hanya sampai pada generalisasi tanpa diikuti tindakan dari hasil penelitiannya. Dalam penelitian tindakan, perubahan-perubahan dalam praktek pendidikan sangat mungkin terjadi, sebab pengajar, pengawas dan tenaga kependidikan lainnya terlibat langsung dalam penelitian dan mengaplikasikan temuannya.Selanjutnya Corey, menjelaskan bahwa manfaat penelitian tindakan dalam pendidikan terletak pada aspek peningkatan kualitas praktek kependidikan. Generalisasi yang dihasilkan dari penelitian tindakan sangat tepat untuk diterapkan pada situasi penelitian itu sendiri, bukan yang lebih luas.
   Tahun 1957, Hodgkinson menyampaikan beberapa kritik terhadap penelitian tindakan. Menurutnya, praktisi pendidikan kurang akrab dengan teknik-teknik dasar penelitian dan penelitian bukan merupakan pekerjaan amatiran. Guru tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan penelitian dan waktu yang mereka gunakan untuk penelitian sering dikacaukan dengan kegiatan pengajaran yang dilakukannya.
Riset tindakan juga diadopsi dalam dunia pendidikan pada awal dekade 70-an di Inggris bertepatan dengan munculnya gerakan “guru sebagai peneliti “teacher-reseachers” yang dikembangkan Lawrence Stenhouse. Stenhouse membantu guru mengembangkan peran guru sebagai peneliti. Guru diajak berefleksi secara kritis dan sistematis tentang praktik mengajar sehingga dapat membangun teori kurikulum sendiri. Guru harus menjadi ahli dalam bidangnya lewat penelitian terhadap tindakannya sendiri sebagai upaya melihat persoalan dan mencari pemecahan tentang persoalan yang ditemui.
Akhir dekade 70-an dan awal dekade 80-an di Amerika Serikat juga muncul keinginan mewujudkan riset tindakan dengan melakukan kolaborasi sehingga dengan demikian mampu mengembangkan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. Tahun 1972-1973 John Elliot dan Adelman memimpin sebuah proyek penelitian pembelajaran yang melibatkan sekitar 40 guru sekolah dasar dan sekolah menengah. Dalam penelitian tersebut disusun hipotesis yang berkaitan dengan upaaya meningkatkan dan memperbaiki proses pengajaran guru dan hasilnya digunakan guru. Dari sinilah muncul istilah guru peneliti, penelitian praktis dan penelitian tindakan. Sekitar tahun 1980, proyek John Elloit melakukan kajian yang berfokus pada penelaahan kesenjangan antara mengajar yang seharusnya dengan mengajar pada praktik.
Pada tahun 1976, di Universitas Cambridge didirikan jaringan penelitian tindakan kelas yang dinamai dengan classroom action research. Gideonse (1983) dalam Supardi (2002:101) menjelaskan bahwa perlu dilakukan restorasi terhadap pendekatan penelitian sehingga penelitian tindakan merupakan suatu investigasi terkendali terhadap berbagai faset pendidikan dan pembelajaran dengan cara reflektif dan sistematis. Dukungan kolaboratif semakin meluas sehingga dikenal dengan suatu penelitian tindakan kelas (classroomaction research).
      Perkembangan PTK semakin meluas dibelahan dunia ini, termasuk di Indonesia mulai dikenal pada akhir dekade 80-an. Di Indonesia, PTK mulai digerakkan pada waktu upaya-upaya perbaikan mutu pendidikan di mulai dengan renovasi di tingkat pendidikan guru sekolah dasar, kemudian meluas ke kalangan guru-guru sekolah menengah.
Saat ini, PTK banyak dilakukan para tenaga pengajar sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran. Jenis penelitian ini bermanfaat bagi tenaga pengajar dalam rangka meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Melalui PTK tenaga pengajar dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri. Di samping itu laporan PTK dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mendapatkan angka kredit dalam kepangkatan karirnya sebagai pendidik.

B.      URGENSI PTK

Pendidikan yang berlangsung di Indonesia mengalami berbagai persoalan yang komplek terkait dengan berbagai komponen yang melingkupinya. Penyelesaian persoalan pendidikan tersebut tidak dapat hanya dibebankan kepada pemerintah saja dalam hal ini Kementerian Pendidikan. Dengan kata lain semua komponen yang terlibat dalam pendidikan, termasuk guru diharapkan memberikan konstribusi untuk mengatasi masalah dan ikut membantu kemajuan pendidikan. Guru tidak dapat berpangku tangan dan hanya melihat-lihat saja tanpa melakukan suatu aksi.
Pembaharuan dan perubahan hendaknya dimulai dari pribadi guru itu sendiri selaku pelaku dan ujung tombak dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Dalam hal ini proses pembelajaran yang dilakukan di kelas tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh tenaga pengajar. Oleh karena itu tenaga pengajar menjadi salah satu komponen penting dari suatu sistem pembelajaran. Untuk itu kualitas tenaga pengajar sebagai profesional dalam bidangnya tidak hanya sebatas penguasaan terhadap metodologi mengajar dan penguasaan bahan ajar yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Lebih dari sekedar itu, tenaga pengajar haruslah memahami keadaan kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik yang unik dan khas. Salah satu upaya dari berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas tenaga pengajar sebagaimana diharapkan dapat dilakukan melalui kemampuan guru dalam menguasai teori dan praktik pelaksanaan PTK.


Urgensi PTK dalam menyahuti kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalitasnya juga dinyatakan Mega dan Dewi (2009:8-9) sebagai berikut:

1.      1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka terhadap dinamika pembelajaran di 
        kelasnya. Guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang guru dan siswa lakukan.
2.    PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi bertindak hanya sebagai seorang praktisi saja yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakannya selama bertahun- tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun guru juga bertindak sebagai peneliti di bidangnya.
3.      Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi dikelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata- mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
4.      Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
5.      Dengan melaksanakan PTK, guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.
6.      Penerapan dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktik mengajar guru dalam sebuah pembelajaran serta berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran, mengembangkan keterampilan guru, meningkatkan relevansi, meningkatkan efisiensi pengelolaan pembelajaran serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.


   Berdasarkan uraian di atas terlihat rasionalitas yang menggambarkan urgensi PTK yaitu: Pertamaberhubungan dengan tugas profesional guru. Guru profesional tidak akan merasa puas dengan hasil yang telah dicapainya. Untuk itu guru profesional akan secara terus menerus menambah dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan tugas dan tanggung- jawabnya. Kedua, berkaitan dengan otonomi guru dalam pengelolaan kelas, artinya guru memiliki tanggung jawab penuh untuk keberhasilan pembelajaran siswa. Dengan kata lain apa yang akan dilakukan guru dalam kelas bergantung pada guru itu sendiri. Dengan demikian guru memiliki kesempatan yang luas untuk berinovasi yang dianggapnya bermanfaat dalam meningkatkan kinerjanya. Ketiga, berkenaan dengan pemanfaatan hasil penelitian. Selama ini banyak penelitian yang telah, sedang dan akan dilakukan peneliti, akan tetapi hasilnya sulit diterapkan oleh guru. Hal ini selain masalah yang dikaji bukan berasal dari kebutuhan dan masalah yang dihadapi guru.

C.      KONDISI YANG DIPERSYARATKAN DALAM PTK

PTK merupakan satu upaya untuk menumbuhkembangkan pem- baharuan yang dapat meningkatkan atau memperbaiki proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Agar PTK dapat dilaksanakan secara tepat, maka berbagai kondisi harus dipenuhi sebagaimana dijelaskan Hodgkinson (1988) dalam Mega dan Dewi (2009:32) sebagai berikut:
1.      Kesediaan untuk mengakui kekurangan diri.
2.      Kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru.
3.      Dorongan untuk mengemukakan gagasan baru.
4.      Waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan.
5.      Kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat.
6.      Pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian,

Wardani, dkk (2006:23-24) memaparkan kondisi yang harus dipenuhi agar pelaksanaan PTK berhasil dengan maksimal adalah:

1.      Sekolah harus memberikan kebebasan yang memadai bagi guru untuk melakukan PTK, berkolaborasi dengan teman guru lainnya, dapat secara bebas meminta rekan sejawat menjadi pengamat bagi kelasnya, dan bebas berdiskusi tentang kemajuan kelasnya, di samping dapat menumbuhkan rasa saling mempercayai. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masalah birokrasi dan  formalitas  yang  ada di sekolah sering kali tidak menunjang terjadinya hal tersebut.
2. Sejalan dengan pemikiran di atas, maka birokrasi dan formalitas organisasi di sekolah hendaknya diminimalkan. Sebaliknya yang harus ditumbuhkan adalah kolaborasi atas kerjasama yang saling menguntungkan, serta pengambilan keputusan secara bersama.
3.     Sekolah semestinya selalu mempertanyakan apa yang diinginkan bagi sekolahnya. Jika keinginan tersebut memang merupakan komitmen sekolah, maka PTK seagai satu bentuk inovasi di sekolah akan dapat tumbuh subur dan kegiatan PTK mungkin akan menjadi kegiatan rutin bagi guru.
4.      PTK mempersyaratkan keterbukaan dari semua staf sekolah untuk membahas masalah yang dihadapi tanpa rasa khawatir akan dicemoohkan. Diskusi dengan teman sejawat tentang masalah yang dihadapi dan kemudian setiap staf menganggap masalah yang dibahas merupakan masalah bersama, merupakan kondisi yang dipersyaratkan untuk berkembangnya PTK di sekolah.
5.    Sikap kepala sekolah dan staf administrasi harus menunjang terjadinya pembaharuan. Sikap negatif yang ditunjukkan meskipun hanya selintas akan merusak iklim inovasi yaang sedang tumbuh.
6.      Guru dan siswa harus mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahwa mereka sedang melakukan satu pembaharuan yang didukung oleh kepala sekolah dan juga orang tua.
7.      Guru harus siap menghadapi berbagai konflik yang baru biasanya mendapat perhatian lebih daripada yang lama yang sudah diakrabi setiap hari. Hal ini perlu untuk menghindari munculnya kecemburuan sosial.

Sani dan Sudiran (2012:8-9) menjelaskan beberapa syarat harus dipenuhi agar PTK yang dilakukan dapat berhasil. Syarat tersebut adalah:
   1.  Guru beserta siswa harus mempunyai tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Siswa perlu diajak untuk berpartisipasi mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh guru melalui kegiatan PTK.

2. Tindakan yang dilakukan hendaknya berdasarkan pengetahuan, baik pengetahuan konseptual dari tujuan pustaka teoritis, maupun pengetahuan teknis prosedural yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain, berdasarkan nilai- nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Guru harus yakin bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan dengan melakukan tindakan tersebut.
3.      Pemantauan pembelajaran harus dilakukan secara sistematik agar guru dapat mengetahui arah dan jenis perbaikan yang terjadi ber- dasarkan data yang akurat. Analisis dan refleksi yang mendalam perlu dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap pembelajaran dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi.
4.      Guru atau kolaborator perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan. Oleh sebab itu sangat disarankan untuk membuat rekaman video atau audio pembelajaran atau membuat catatan tentang proses pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa PTK merupakan penelitian kualitatif sehingga catatan tentang proses pembelajaran sangat dibutuhkan untuk menjelaskan peningkatan yang mungkin terjadi.
5.      Guru perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik yang telah dikumpulkan yang mencakup identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh dengan dukungan teori yang relevan serta keterkaitannya dengan penelitian lain, dan konstruksi model/teori beserta penjelasannya dalam konteks praktek terkait. Guru juga perlu mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya.

D.    ETIKA PENELITI PTK

Dalam melakukan penelitian secara umum maupun secara khusus melakukan PTK mempunyai nilai-nilai etika yang perlu diperhatikan baik sebelum melaksanakan penelitian, selama penelitian maupun sesudah penelitian dan membuat laporan penelitian PTK. Dalam hal
ini Suparno (2008:92) menformulasikan dua nilai etika yang penting yang bagi peneliti PTK yaitu:

1.       InformedConsent.
Informedconsent adalah izin tertulis dari subjek yang akan diteliti atau tempat yang akan digunakan sebagai lokasi penelitian. Sebelum peneliti mendapatkan izin, maka peneliti tidak boleh melakukan penelitian atau mulai mengambil data. Oleh karena itu, peneliti perlu minta  izin atau persetujuan kepada sampelyang mau diteliti. Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus mempunyai izin dari subjek yang menyatakan bahwa ia memang mau dan dengan bebas bersedia digunakan sebagai subjek PTK. Izin ini untuk menghargai subjek, bahwa mereka bebas menerima menjadisubjek PTK. Kebebasan itu ditandai dengan mereka tahu apa yang akan dilakukan dan kemungkinan  bahaya  yang  ada.  Hal ini untuk menghindari paksaan karena orang tidak tahu apa yang terjadi. Sebab, kalau subjek keberatan maka dia berhak mengundurkan diri di tengah jalan.
Izin harus memuat apa yang akan dilakukan terhadap subjek, misalnya diwawancarai, mengisi angket, dipantau, direkam dan lain-lain. Juga perlu diinformasikan kapan penelitian akan dilakukan dan di mana. Unsur konfidensialitasnya diungkap yaitu bahwa penelitian ini tidak akan mencantumkan nama dan hanya ditulis anonim serta hanya untuk kepentingan penelitian. Peneliti juga tidak membuka rahasia dan segala apa yang diungkapkan subjek dalam penelitian kepada pihak lain.
Bagi guru yang melakukan PTK di kelasnya dan meneliti siswanya sendiri, adakalanya tidak memerlukan izin tertulis dari siswa cukup izin dari kepala sekolah saja. Namun demikian agar semuanya terbuka dan jelas, tetap perlu memberitahukan kegiatannya terhadap siswa.

2.        Kejujuran penelitian.
Etika yang terpenting bagi peneliti adalah etika kejujuran dalam melakukan penelitian. Kejujuran diwujudkan dalam bentuk:


a.    Jujur pada subjek. Kadang sebagian peneliti tidak mengungkapkan ada yang akan dilakukan pada subjek, alasanya supaya tidak terjadi penolakan dari subjek. Peneliti menutupi apa yang mau dilakukan, agar mendapatkan data yang baik. Hal ini secara etik tidak diperbolehkan. PTK di sekolah seharusnya jujur,  tidak ada tipuan, karena semua  itu adalah untuk kemajuan kelas, sekolah dan siswa. Bahkan siswa atau sekolah perlu dilibatkan dan tahu sebanyak mungkin.
b.      Jujur dengan data. Semua data ditulis apa adanya dan juga digunakan seperti adanya. Peneliti tidak boleh mengubah data yang telah di- kumpulkan hanya demi kecocokan hasil. Justru dengan data yang jujur itulah pengetahuan akan kuat dan barangkali justru ditemukan persoalan yang sesungguhnya ada dan dapat dicarikan pemecahan yang tepat.
c.       Peneliti perlu dengan cermat mencatat data setiap saat, secara akurat dan tidak memanipulasi data.
d.      Tidak menipu subjek dalam menyetujui informed consent, maupun dalam mengorek data dari subjek.
e.       Jujur dalam analisis, membuat laporan, ataupun dalam referensi.
f.    Menjaga konfidensialitas, bila memang semua data tidak akan disampaikan kepada pihak lain maka peneliti harus memegang janji tersebut.

Kunandar (2008:76) mencatat etika yang perlu menjadi perhatian seorang peneliti (guru) dalam melakukan PTK yaitu:
1.      Meminta kepada orang-orang, panitia atau yang berwenang persetujuan dan izin.
2.      Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi dalam PTK.
3.      Terhadap teman sejawat yang tidak terlibat, perhatikan juga pendapat mereka.
4.      Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan dan kawan sejawat diperbolehkan mengajukan protes.
5.      Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
6.      Wawancara, pertemuan atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
7.      Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otoritas kutipan.

    8.   Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti lembaga peneliti bekerja, untuk jurnal, media massa, orang tua murid dan pihak-pihak lain yang terkait.
   9.  Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja sebelum PTK berlangsung.
    10.    Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh para mitra peneliti dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan.

Kemmis dan Taggart sebagaimana dikutip Hopkins (1993:221-
222) menjelaskan pedoman etika yang harus ditaati oleh peneliti sebelum, selama dan sesudah penelitian PTK dilakukan sebagai berikut:
1.         Meminta kepada lembaga, panitia atau yang berwenang memberikan persetujuan dan izin penelitian.
2.         Ajaklah rekan sejawat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam penelitian.
3.         Terhadap pihak yang tidak terlibat langsung, perhatikan juga pendapatnya.
4.         Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan, dan rekan sejawat diperkenankan untuk memberikan saran.
5.   Meminta izin eksplisit untuk mengobservasi dan mencatat kegiatan mitra peneliti, tidak termasuk izin dari siswa apabila penelitian bertujuan meningkatkan pembelajaran.
6.     Meminta izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi, surat menyurat dan dokumen. Membuat fotokopi hanya diperkenankan apabila diizinkan.
7.         Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
8.    Wawancara, pertemuan, atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
9.     Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otorisasi kutipan.
10.     Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti laporan verbal pada rapat, tertulis untuk jurnal, suratkabar, orang tua siswa dan lain-lain.
11.     Tanggung jawab untuk hal-hal atau pribadi-pribadi yang sifatnyaa konfidensial.
12.     Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja di atas, sebelum penelitian berlangsung.
13.     Hal melaporkan kegiatan dan hasil penelitian apabila sudah disetujui oleh para mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan.

E.      KRITIK TERHADAP PTK

Beberapa kritik yang berkaitan dengan eksistensi PTK di sampaikan oleh Semiawan (2007:174-175) sebagai berikut:
1.      PTK harus lebih menjelaskan perbedaan ciri tindakan dari penelitian dan pada gilirannya juga antara pengajaran dan penelitian. Istilah- istilah tersebut tidak boleh dipakai secara berganda. Kalau research atau penelitian menunjuk pada penyelidikan yang sistematis (systematic inquiry) yang ditandai oleh perangkat prinsip, pedoman, dengan prosedur tertentu dan dapat dievaluasi berdasarkan kriteria keabsahan dan keajegan, maka pengajaran mencakup aplikasi keterampilan profesional dan teknis serta pengetahuan tentang situasi tertentu. Penelitian dapat berfungsi mengupayakan pertanyaan tentang mengajar dan belajar, sedangkan tindakan itu sendiri dimaksudkan sebagai upaya perbaikan situasi tertentu.
2.  Refleksi adalah istilah yang banyak diterjemahkan secara kurang cermat sehingga memerlukan kejelasan yang lebih tinggi. Antara deskripsi anekdot dan refleksi sering ada ketidakjelasan perbedaan.
3.      Kerjasama yang bersifat kemitraan merupakan salah satu ingredien PTK pada tingkat mana dan bagaimana kerjasama itu harus dilaksanakan? Hal tersebut sering diinterpretasikan dan dilaksanakan kurang tepat.
4.      Siklus PTK meskipun pada dasarnya sama, namun pada hakikatnya pelaksanaannya sangat situasional menyebabkan perbedaan-perbedaan
sangat besar pada pelaksanaan. Dengan demikian, PTK sulit digenerali- sasikan.

F.      PERBEDAAN PTK DENGAN NON PTK


Tabel 1. Perbedaan Penelitian PTK dan Non PTK

PTK
Non PTK
Dilakukan guru
Dilakukan oleh pihak luar

Fleksibel tehadap subjek penelitian
Ketat terhadap syarat-syarat formal seperti ukuran sampel, populasi harus representatif
Tidak dituntut pengembangan instrumen
Instrumen dikembangkan hingga valid dan reliabel
Tidak menggunakan analisis statistik yang kompleks
Menggunakan analisis statistik yang kompleks
Tidak menggunakan hipotesis penelitian, kecuali hipotesis tindakan
Mensyaratkan hipotesis penelitian
Dapat memperbaiki praktek/proses pembelajaran secara langsung
Tidak langsung memperbaiki praktek/proses pembelajaran
Tidak diarahkan ke generalisasi.
Diarahkan pada generalisasi










SUMBER REFERENSI




Ananda, rusydi,dkk. 2015. Penelitian Tindakan kelas. Bandung. Cita Pustaka Media
Share:

About

Blogger templates