SIGMA FISIKA

SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI TEMPAT BELAJAR DAN BERBAGI ILMU PENGETAHUAN

Tuesday, May 14, 2019

MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PTK mempunyai banyak model sehingga peneliti dapat memiliki salah satu model yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku dan peneliti dapat memilih salah satu model yang sesuai dengan tingkat kemampuan. Satu hal yang perlu diperhatikan, bahwa seorang peneliti dapat menggunakan lebih dari satu model. Peneliti melakukan hal ini dalam rangka membandingkan antara model yang satu dengan yang lain dan mencari model mana yang paling efesien dengan hasil paling efektif. Apabila dengan alasan demikian, maka penggunaan berbagai model untuk berbagai jenis kasus boleh dilakukan.
Ada beberapa macam pola pelaksanaan PTK yang dikembangkan oleh beberapa ahli, tetapi yang paling terkenal ada 5 (lima) model yaitu : Model Lewin, Model McKernan, Model Ebbut, Model Elliot, dan Model Kemmis & Mc Taggart. Model-model tersebut memiliki pola dasar yang sama, yaitu serangkaian kegiatan penelitian berupa rangkaian siklus di mana pada setiap akhir siklus akan membentuk siklus baru hasil revisi/perbaikan.

a.             Model Kurt Lewin (1946)


Model Kurt Lewin, merupakan model yang selama ini menjadi acuan pokok (dasar) dari berbagai model action research, terutama classroom action research (CAR). Lewin adalah orang pertama yang memperkenalkan action research. Konsep pokokaction research menurut Lewin terdiri dari empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen itu dipandang, sebagai satu siklus, seperti terlihat pada gambar 3.1.



a.             Model Kemmis dan Mc Taggart (1988)

Model Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan Kurt Lewin, hanya saja komponen acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama.
Dalam perencanaannya, Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri yang dimulai dengan rencana (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting), dan perencanaan kembali yang merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan permasalahan. Pola dasar model PTK menurut Kemmis & Taggart ditunjukan pada gambar 3.2.

a.             Model Elliot (1991)

Model ini diperkenalkan dan dikembangkan oleh Elliot. Elliot adalah seorang pendukung gerakan “guru sebagai peneliti”. Beliau selalu berusaha mencari cara-cara baru untuk mengembangkan jaringan penelitian. Tindakan dan berhubungan dengan pusat-pusat jaringan penelitian yang lain. Elliot dan delman bekerja bersama-sama dengan guru di kelas, bukan hanya sebagai pengamat, tetapi mereka sebagai kolaborator atau teman sejawat guru. Melalui partisipasi semacam ini, mereka membantu guru untuk mengadopsi suatu pendekatan penelitian untuk pekerjaannya. Elliot setuju dengan ide dasar langkah-langkah tindakan refleksi yang terus bergulir dan kemudian menjadi suatu siklus seperti yang dikembangkan Kemmis. Namun, skema langkah-langkahnya lebih rinci dan berpeluang untuk lebih mudah diubah sehingga sebenarnya dia telah membuat suatu diagram yang lebih baik.

Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami langkah-langkah yang ada di dalam model PTK yang dikembangkan oleh Ebbut, Elliot dan Kemmis. Bila guru akan menerapkan atau mengadopsi untuk penelitian tindakan kelas dalam praktik di kelasnya, guru harus memahami betul apa yang dimaksud oleh masing-masing penulis. Di samping itu, guru atau peneliti harus mengetahui penggunaan data dan keterbatasan skema-skema tersebut bila dipraktikan dalam penelitian tindakan. Beberapa keterbatasan langkah-langkah di dalam model PTK ini antara lain :

(1)   Adanya gerakan yang mulai menjauh dari gerakan ajaran Lewin semula
(2)   Skema-skema kelihatannya rapuh dan membingungkan
(3) Skema-skema tersebut tidak dapat menyesuaikan dengan hal-hal baru yang menjadi fokus utamanya, dan
(4)   Skema tersebut tidak begitu saja cocok untuk diikuti.

a.             Model Mc Kernan (1991)

Sebuah model lain yang juga dikembangkan atas dasar ide Lewin atau yang diinterpretasikan oleh Kemmis adalah model penelitian tindakan Mc Kernan. Model ini juga dinamakan proses waktu (a time process model). Menurut Mc Kernan sangatlah penting untuk mengingat bahwa kita tidak perlu selalu terikat oleh waktu, terutama untuk pemecahan permasalahan hendaknya pemecahan masalah atau tindakan dilakukan secara rasional dan demokratis.

a.             Model Ebbut (1985)

Sesuai dengan namanya, model PTK ini dikembangkan oleh Dave Ebbut. Model ini diilhami oleh pemikiran Kemmis dan Elliot. Dalam pengembangannya, Ebbut kurang begitu sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis. Perasaan kurang setuju Ebbut (1983) disebabkan karena Kemmis menyamakan penelitiannya dengan hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya, Kemmis dengan jelas menunjukan bahwa penelitian terdiri atas diskusi, negosiasi, menyelidiki dan menelaah kendala-kendala yang ada. Jadi sudah jelas ada elemen-elemen analisisnya dalam model Kemmis.
Selanjutnya, Ebbut berpendapat bahwa langkah-langkah yang dikembangkan oleh Kemmis (“Spiral Kemmis”) bukanlah yang paling baik untuk mendeskripsikan adanya proses tindakan dan refleksi. Memang pada kenyataannya, Ebbut sangat memperhatikan alur logika penelitian tindakan dan beliau juga berusaha memperlihatkan adanya perbedaan antara teori sistem dan membuat sistem-sistem tersebut ke dalam bentuk kegiatan operasional. Secara rinci alur PTK Ebbut ditunjukan pada gambar 3.5.

 

Tujuan menyajikan keempat model ini adalah agar pembaca memiliki wawasan yang lebih luas tentang penelitian tindakan.  Selain itu, jika seseorang mengenal lebih dari satu model penelitian tindakan diharapkan bahwa dia memperoleh suatu pemahaman yang lebih tentang suatu proses. Walaupun kenyataannya ada empat model, pada dasarnya keempat model ini lebih banyak memiliki “persamaan” daripada “perbedaan”.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya model-model ini lebih memberikan gambaran garis besar proses dari pada suatu teknologi. Urutan langkah-langkah memang diperhatian, tetapi hanya sedikit sekali yang menyinggung soal ‘apa’ dan ‘bagaimana’ antara langkah-langkah ini. Tidak mengherankan kalau model-model ini dapat membingungkan para praktisi. Bahkan Ebbut sendiri mengakui bahwa gambar Elliot cenderung sulit dimengerti.
Namun demikian, berdasarkan rujukan tersebut, secara umum pola dasar dari model-model tersebut meliputi empat tahapan : Pertama, penyusunan rencana (planning); Kedua, melakukan tindakan (acting); Ketiga, pengamatan (observing); danKeempat, refleksi (reflecting). Dan yang perlu dipahami bahwa, tahapan pelaksanaan dan pengamatan sesungguhnya dilakukan secara bersamaan. Secara lengkap pola dasar model PTK ditunjukan dalam gambar 3.6. berikut :


Tahap 1 : Perencanaan tindakan (planning)

Berdasarkan identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.

Tahap 2 : Pelaksanaan tindakan (Acting)

Tahap ini merupakan implementasi (pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektivitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi di kelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.

Tahap 3 : Pengamatan terhadap tindakan (Observing)

Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrument pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrument ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki ketrampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun ketrampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya : (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan ketrampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktivitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistematis.

Tahap 4 : Refleksi terhadap tindakan (reflecting)

Tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlibatan kalaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih. Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK.
Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang menyesatkan dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh ketajaman dan keragaman instrument observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya menggunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin. Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikian, secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah tersebut.


C.      BENTUK-BENTUK PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Selain jenis-jenis dan model-model PTK, dikenal juga bentuk-bentuk PTK. Setidaknya dikenal 4 (empat) bentuk penelitian tindakan, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti; (2) penelitian tindakan kolaboratif; (3) penelitian tindakan simultan terintegrasi; dan (4) penelitian tindakan administrasi sosial eksperimen (Sukidin, dkk., 2007 : 54-55)
Keempat bentuk PTK di atas, memiliki persamaan dan perbedaan. Menurut Oja dan Simulyan (Kasbolah, 2000), ciri-ciri dari setiap penelitian tindakan tergantung pada : (1) tujuan utama atau pada tekanan penelitian tersebut; (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti luar; (3) proses yang digunakan dalam melaksanakan penelitian; dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.
Menurut (Sukidin, dkk., 2007:55), perbedaan dalam penelitian tindakan yang terjadi di beberapa negara mencerminkan prioritas dan pandangan pendidikan serta penelitian. Misalnya, penelitian tindakan di Inggris dan Australia, ada persamaan dalam hal bentuk kolaborasinya. Namun demikian, PTK di Inggris kurang berorientasi pada strategis dan lebih menekankan penelitian penafsiran. Sedangkan di Australia, PTK lebih berorientasi pada gurunya.
Berikut dipaparkan keempat bentuk PTK yang telah dikenal selama ini dan banyak dikembangkan di beberapa negara termasuk di Indonesia.

1.      PTK Guru sebagai Peneliti
PTK yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri-ciri penting, antara lain : sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian. Dalam bentuk ini, tujuan utama PTK ialah meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat secara langsung dan penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
Dalam penelitian bentuk ini, guru mendapat problem sendiri untuk dipecahkan melalui PTK. Jika di dalam penelitian ini, peneliti melibatkan pihak lain, maka perananya tidak dominan. Sebaliknya, keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian-penelitian tindakan kelas. Jadi, guru di dalam melaksanakan penelitian tindakan berperan sebagai peneliti. Sedangkan pihak luar sebenarnya peranannya sangat kecil dalam proses penelitian itu.

2.      PTK Kolaboratif

Penelitian tindakan ini melibatkan beberapa pihak, yaitu guru, kepala sekolah, dosen LPTK dan orang lain yang terlibat menjadi satu tim secara serentak melakukan penelitian dengan tiga tujuan, yaitu : (1) meningkatkan praktik pembelajaran, (2) menyumbang pada perkembangan teori, dan (3) meningkatkan karier guru.
Bentuk penelitian seperti ini, pihak luar semata hanya bertindak sebagai inovator. Sedangkan guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen LPTK/ PGSD. Dengan suasana bekerja seperti itu, guru dan dosen LPTK/PGSD dapat saling mengenal, saling belajar, dan saling mengisi proses peningkatan profesionalisme masing-masing.

3.      PTK Simultan Terintegrasi

Penelitian tindakan terintegrasi adalah bentuk penelitian tindakan yang bertujuan untuk dua hal sekaligus, yaitu untuk memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran dan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan kelas yang demikian, guru dilibatkan dalam proses penelitian kelasnya, terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam hal ini, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti muncul dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar bukan guru. Jadi, dalam bentuk ini, guru bukan pencetus gagasan terhadap permasalahan apa yang harus diteliti dalam kelasnya sendiri. Dengan demikian, guru bukan innovator dalam penelitian ini dan sebaliknya yang mengambil posisi innovator adalah peneliti lain di luar guru.

4.      PTK Administrasi Sosial Eksperimen

Ada suatu bentuk penelitian tindakan yang pelaksanaannya lebih meningkatkan dampak kebijakan dan praktik. Dalam penelitian tindakan ini, guru tidak dilibatkan dalam menyusun perencanaan, melakukan tindakan dan refleksi terhadap praktik pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi, sebenarnya guru tidak banyak memberikan masukan dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan jenis ini. Tanggung jawab penuh penelitian tindakan ini terletak pada pihak luar, meskipun objek penelitian itu terletak di dalam kelas.
Dalam melakukan penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental, peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu. Penelitian luar yang membuat rencana tindakan dan kegiatan pelaksanaan penelitiannya mengacu pada hipotesis tertentu. Selanjutnya, peneliti melakukan berbagai tes yang ada dalam eksperimennya.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disarikan bahwa dalam rangka upaya menambah pemahaman dan wawasan tentang penelitian tindakan kelas perlu diketahui beberapa tipologi, model dan bentuk penelitian tindakan. Dengan demikian guru dapat memilih mana sekiranya yang cocok bagi mereka untuk mengembangkan dalam proses pembelajaran sehingga kualitas pembelajaran yang bermuara pada hasil belajar siswa dapat menunjukan peningkatan yang signifikan.








SUMBER REFERENSI

Share:

0 comments:

Post a Comment

About

Blogger templates