Sunday, December 3, 2017
Saturday, December 2, 2017
Friday, October 13, 2017
REMEDIAL DAN PENGAYAAN
REMEDIAL DAN PENGAYAAN
I.
Program
Remedial
Istilah
remedial berasal dari kata remedy, remedial, remedies (bahasa Inggris) yang
berarti obat, memperbaiki, atau menolong (Echols, 2007). Karena itu, remedial
berarti hal-hal yang berhubungan dengan perbaikan. Program remedial merupakan
implikasi dari teori belajar tuntas yang memerlukan upaya tambahan untuk
mengatasi dan membantu siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar. Salah
satunya adalah dengan mengadakan program remedial untuk membantu siswa yang belum
mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan menurut Prayitno (2008), remedial
merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok
siswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud untuk memperbaiki
kesalahan-kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Program remedial
harus memperhatikan perbedaan latar belakang dan kesulitan yang dihadapi
masing-masing siswa agar perbaikan yang dilakukan bisa lebih optimal. Menurut
Sukiman (2012), bentuk-bentuk pelaksanaan program remedial diantaranya adalah:
a 1. Pemberian
pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda,
b 2. Pemberian
bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan Perorangan,
c 3. Pemberian
tugas-tugas, latihan secara khusus,
d 4. Pemanfaatan
tutor sebaya.
Berdasarkan
pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa program remedial adalah salah
satu upaya untuk membantu siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar, berupa
kegiatan perbaikan yang mencakup segala bantuan bimbingan yang diberikan kepada
siswa untuk meningkatkan hasil belajar agar mencapai ketuntasan belajar yang
diharapkan.
II.
Program
Pengayaan
Program
pengayaan merupakan kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik yang
memiliki kemampuan akademik yang tinggi yang berarti mereka adalah peserta
didik yang tergolong cepat dalam menyelesaikan tugas belajarnya (Sugihartono,
2012). Sedangkan menurut Prayitno (2008), kegiatan pengayaan merupakan suatu
bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa yang
sangat cepat dalam belajar. Mereka memerlukan tugas-tugas tambahan yang
terencana untuk menambah memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah
dimiliknya dalam kegiatan pembelajaran sebelumnya.
Bentuk-bentuk
pelaksanaan program pengayaan diantaranya adalah:
a 1. Menugaskan
siswa membaca materi pokok dalam kompetensi dasar selanjutnya
b 2. Memfasilitasi
siswa melakukan percobaan-percobaan, soal latihan, menganalisa gambar dan
sebagainya
c 3. Memberikan
bahan bacaan untuk didiskusikan guna menambah wawasan para siswa.
d 4. Membantu
guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai standar ketuntasan minimum.
Berdasarkan
pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa program pengayaan adalah salah
satu upaya untuk membantu siswa yang sudah mencapai ketuntasan belajar untuk
memperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya.
Sumber
Referensi :
MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN TGT
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF( MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN MODEL PEMBELAJARAN TGT)
1. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merujuk pada beberapa macam metode pengajaran dan para siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam
mempelajari materi pelajaran (Slavin, 2008: 4). Dalam pembelajaran kooperatif
mempunyai kelebihan yakni dalam mengembangkan hubungan antar siswa dari latar
belakang etnik, ekonomi, dan tingkat akademik yang berbeda. Dari uraian
tersebut dapat diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif dibentuk kelompok-kelompok
kecil yang di dalamnya terdiri dari beberapa siswa yang mempunyai jenis kelamin
dan tingkat akademikyang berbeda. Selain itu juga dituntut adanya kerjasama dan
saling ketergantungan diantara siswa dalam satu kelompok dalam menyelesaikan
suatu tugas.
1. 1 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan
referensi dari buku karya Ibrahim dan Slavin, unsur - unsur dasar yang
terkandung dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a)
siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan.
b)
siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya.
c)
siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama.
d)
siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
e)
siswa akan dikenakan evaluasi dan diberi hadiah dan penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f)
siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama selama proses pembelajaran.
g)
siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
Selain
adanya unsur pembelajaran kooperatif juga terdapat cirri-cirinya. Ciri-ciri
tersebut meliputi:
a a) siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
b b) kelompok
dibentuk dari siswa yang memilki kemampuan tinggi, sedang, rendah.
c c) anggota
kelompok terdiri dari jenis kelamin berbeda-beda.
d d) penghargaan
lebih berorientasi kelompok dari pada individu.
1 1.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran
penting. Menurut Ibrahim (2000: 9), ada tiga tujuan tersebut meliputi:
a.
hasil belajar akademik
b.
penerimaan tehadap keragaman
c.
pengembangan keterampilan sosial
Ketiga
tujuan pembelajaran di atas dapat diuraikan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan sosial dapat dikembangkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penerimaan keragaman antar siswa dalam satu kelompok yang mana di dalam satu
kelompok dituntut adanya kerjasama agar tugas yang dipikul dapat terselesaikan
dengan hasil yang baik dan memuaskan. Hasil tugas tersebut akan berpengaruh
terhadap hasil belajar akademik karena hasil tugas yang baik dan memuaskan akan
memperoleh nilai yang baik pula.
2 2.
Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament)
Pembelajaran
kooperatif terdiri dari beberapa tipe model, salah satunya yaitu tipe TGT. TGT
dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya. Dalam TGT para siswa dibagi
dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang siswa yang
berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya
(Slavin, 2008:11). Gagasan utama dari TGT adalah untuk memotivasi siswa supaya
dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang
diajarkan oleh guru.
Model
pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari atas lima komponen. Menurut
Slavin (2008: 143), komponen-komponen tersebut meliputi :
1 1. Penyajian
materi
Pada
pembelajaran kooperatif tipe TGT, materi mula-mula diperkenalkan dalam penyajian
materi. Sering kali ini merupakan instruksi langsung atau diskusi yang dipandu
oleh guru. Dalam hal ini siswa menyadari bahwa mereka harus memperhatikan
selama penyajian materi karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan
game dengan baik, skor game mereka menentukan skor kelompok.
2 2. Tim
Fungsi
utama tim atau kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok
belajar, dan khususnya menyiapkan anggotanya dapat berhasil dalam game. Setelah
guru menyajikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau
materi yang telah disampaikan oleh guru. Seringkali, dalam pembelajaran
tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama dan membandingkan
jawaban atau menyelesaikan dan mengoreksi jika teman sekelompoknya membuat
kesalahan. Setiap kali anggota kelompok ditekan untuk menjadi yang terbaik bagi
timnya, dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberi
dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan
perhatian saling menguntungkan dan respek sebagai dampak hubungan intergroup,
harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompoknya.
3 3. Game
Game
dilengkapi pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk menguji
pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan oleh
semua kelompok.
4 4. Turnamen
Turnamen
merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya diselenggarakan pada akhir
unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan
lembar kerja. Turnamen pertama guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga
siswa terbaik pada hasil belajar yang dulu pada meja satu, Tiga siswa
berikutnya pada meja dua dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini
memungkinkan siswa dari semua tingkat hasil belajar yang yang lalu memberi
kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik.
Setelah turnamen putaran pertama siswa pindah meja tergantung hasil mereka
dalam turnamen akhir. Pemenang pertama pada setiap meja ditempatkan ke meja
berikutnya yang setingkat lebih tinggi, pemenang kedua tetap berada di meja
yang sama, dan yang kalah diturunkan ke meja di bawahnya.
5 5. Rekognisi
Tim
Tim
dimungkinkan mendapat sertifikat atau penghargaan lain apabila skor mereka
paling tinggi diantar kelompok lain.
Langkah-langkah
penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT Menurut Slavin (2008: 64), langkah
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut.
1 1. Menyampaikan
tujuan dan memotivasi siswa
Pelajaran
dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotifasi siswa untuk
belajar.
2 2. Menyajikan
informasi
Pada
tahap ini guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
3 3. Mengorganisasikan
siswa dalam kelompok-kelompok
Guru
membagi siswa dalam kelompok-kelompok sebelum melaksanakan pembelajaran.
Masing-masing kelompok terdiri dari empat sampai lima siswa. Guru juga membantu
kelompok-kelompok tersebut dalam menyelesaikan tugasnya.
Cara
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok adalah sebagai berikut:
1 1. Mengurutkan
siswa dari atas ke bawah berdasarkan skor awal yang diperoleh dari rapor atau
skor tes.
2 2. Membagi
daftar siswa yang telah urut tersebut menjadi empat bagian.
3 3. Mengambil
satu siswa dari tiap perempatan tersebut sebagai anggota kelompok dan pastikan
tim-tim yang terbentuk berimbang berdasarkan jenis kelaminnya.
4 4. Kerja
kelompok
Anggota
kelompok menggunakan lembar kegiatan siswa atau perangkat pembelajaran yang
lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, kemudian saling membantu untuk
menuntaskan materi pelajarannya, dan saling membantu untuk memahami materi
pelajaran melalui tutorial, diskusi, dan game. Materi diolah siswa sendiri
bersama dengan kelompoknya sehingga siswa lebih mengerti dan memahami materi
serta memungkinkan munculnya pertanyaanpertanyaan untuk memenuhi rasa ingin
tahunya. Sedangkan guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugasnya. Pada akhir pembelajaran, satu atau beberapa kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya untuk dibahas dalam diskusi kelas. Siswa dapat
mengajukan pertanyaan, tanggapan dan memberikan jawaban.
5 5. Evaluasi
mandiri
Selama
proses pembelajaran guru melakukan evaluasi dan bimbingan. Selain itu guru
mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah dipelajari dengan
memberi tes tertulis. Siswa dalam mengerjakan tes ini tidak diperbolehkan untuk
bekerjasama dengan siswa lainnya maupun anggota kelompoknya. Setelah selesai
mengerjakan tes, tes tersebut dikoreksi oleh guru untuk mendapatkan hasil
belajar.
Skor
tim diperoleh dari penjumlahan yang diperoleh tiap anggota kelompok. Kelompok
yang memperoleh nilai tertinggi diberi penghargaan. Meskipun demikian
pembelajaran kooperatif tipe TGT juga memiliki kekurangan diantaranya adalah:
1 1. Sebagian
siswa yang tetap tinggal di meja empat pada permainan TGT ini secara psikologis
mempengaruhi kepercayaan diri siswa, hasil belajar siswa terebut pun menjadi
kurang maksimal, sehingga perlu dilakukan penelitian dengan model pembelajaran
yang lain.
2 2. Tidak
semua materi pelajaran sejarah dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT.
3. Kelas
lain terganggu oleh suara siswa yang kadang bertepuk tangan, tertawa, dan lain
sebagainya, maka guru memberikan batasan siswa dalam memberikan suport tersebut
dengan alasan mengganggu kelas lain.
4 4. Banyak
memakan waktu, baik Persiapan dalam rangka pemahaman isi maupun dalam
pelaksanaan permainan, maka guru harus memotivasi siswa yaitu dengan memberikan
suatu penegasan agar serius dalam melakukan kegiatan tersebut.
Dengan
penerapan model pembelajaran TGT diharapkan siswa lebih aktif dalam
pembelajaran karena pada model pembelajaran TGT siswa menggunakan turnamen,
sehingga siswa bersemangat untuk mendapatkan skor nilai tinggi agar siswa dapat
ikut pada turnamen selanjutnya.
3 3.
Model
Pembelajaran NHT
Menurut
Slavin (2008: 75), dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih
bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap
siswa dibebankan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota
mereka.
Tetapi
pada umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang
ada dalam LKS. Dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:
a 1. Persiapan
Dalam
tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario
Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
b 2. Pembentukan
Kelompok
Dalam
pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang
siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok
yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain
itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai
dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Dalam pembentukan kelompok, tiap
kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa
dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
3. Diskusi
Masalah
Dalam
kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh
guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang
bersifat umum.
d 4. Memanggil
Nomor Anggota atau Pemberian Jawaban
Dalam
tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
e 5. Memberi
Kesimpulan
Guru
memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan materi yang disajikan.
f. 6. Skor
Peningkatan Individu
Skor
peningkatan adalah memberikan kepada siswa sasaran yang dapat dicapai jika
mereka bekerja lebih giat dan memperhatikan prestasi yang lebih baik jika
dibandingkan dengan yang dicapai sebelumnya setiap siswa diberi skor awal yang
diperoleh dari tes sebelumnya. Hasil tes setiap siswa diberi skor peningkatan
yang ditentukan berdasarkan skor tes terdahulu (skor tes awal dan skor tes
terakhir). Selisih skor siswa tersebut kemudian diberi skor berdasarkan tabel
skor perkembangan di bawah ini sehingga diperoleh skor individu. Skor individu
setiap anggota kelompok memberi sumbangan kepada skor kelompok.
7. Penghargaan
Kelompok
Penghargaan
kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah
rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok tersebut.
Sumber
Referensi :
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A. Model Pembelajaran (Model Of Teaching)
Joyce & Weil (1980)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit
dibedakan dengan strategi pembelajaran.
1.
Pencapaian
Konsep (Concept Attainment)
Model pembelajaran pencapaian konsep dikembangkan oleh
Bruner (Joyce, 2010:32). Bruner, Goodnow, dan Austin (1967) dalam Joyce
(2010:125) menyatakan bahwa pencapaian konsep merupakan proses menvariasi dan
mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang
tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori.
Model pembelajaran pencapaian konsep merupakan metode yang
efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu
topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium
perkembangan konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat
memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi
konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan
konsep.
Joyce (2010:128) menyatakan bahwa pengajaran konsep menyediakan
kemungkinan–kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa dan
membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang lebih efektif. Dari
pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian
konsep menekankan pada proses mengembangkan keterampilan berpikir siswa
2.
Latihan
Penelitian (Inquiry Training)
Model Inquiry Training (Latihan Inkuiri)
adal.ah model pembelajaran dimana pengajar melibatkan kemampuan berpikir kritis
pembelajaran untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik.
Latihan inkuiri bertolak dari kepercayaan bahwa agar seseorang menjadi mandiri,
dituntut metode yang dapat memberi kemudahan pada pembelajar untuk melibatkan
diri dalam penelitian ilmiah. Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan induktif
dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada keaktifan pembelajar. Jadi bukan
pembelajaran yang berpusat pada pengajar. Dalam model pembelajaran ini isi dan
proses peyelidikan diajarkan bersama-sama dalam waktu yang bersamaan.
Pembelajar melalui proses penyelidikan akhimya sampai kepada isi pengetahuan
itu sendiri. Jadi, tujuan umum dan model latihan inlmiri adalah membantu
peserta didik mengembangkan keterampi~an intelektual dan
keterampilan-keterampilan lrunnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan
(mencari) jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka (Sani dan Syihab,
2010:17-18).
Joyce dan Weil (2009) mengemukakan pembelajaran
model inquiry training memiliki 5 langkah pokok:
1)
Menghadapkan
pada masalah: menjelaskan prosedur penelitian, menjelaskan perbedaan-
perbedaan.
2)
Pengumpulan
data (Verifikasi): memverifi- kasi hakikat objek dan kondisinya memve-
rifikasi peristi\w. dari keadaan permasalahan.
3)
Pengumpulan
data (Eksperimentasi): memi- sahkan variabel yang relevan, menghipotesiskan
(serta menguji) hubungan kausal.
4)
Mengolah,
memformulasikan suatu penjelasan: memformulasikan aturan dan penjelasan.
5)
Analisis
proses penelitian: menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang
paling efektif
3.
Berpikir
induktif (Inductive Thinking)
Taba dalam Purwanto
(2012) model pembelajaran berpikir induktif sebenarnya merupakan pembawaan
sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu revolusioner,
mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak
yang tidak absah dan sering merongrong kapasitas bawaan sejak lahir.
Model belajar berfikir induktif (inductive thinking) sangat
diperlukan dalam kegiatan akademik. Berfikir induktif (inductive thinking) adalah
kemampuan untuk menganalisa informasi dan membangun konsep umumnya
dianggap sebagai keterampilan pemikiran mendasar. Bahkan
jika pembelajaran konsep tidak begitu kritis
dalam perkembangan pemikiran, organisasi informasi yang begitu
fundamental dalam ranah kurikulum. Dengan demikian, pemikiran induktif akan
menjadi model yang sangat penting untuk belajar dan
mengajar mata pelajaran sekolah.
Gordon
(dalam Joyce 2011:252) menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus
juga menyaingi pandangan-pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama,
karena kreativitas penting dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, proses
kreatif tidak selamanya serius. Ketiga, penemuan yang dianggap inovasi atau
kreatif sama rata di semua bidang seni, sains, teknik, dan ditandai oleh proses
intelektual yang sama. Keempat, bahwa penemuan (pola pikir kreatif)
individu maupun kelompok tidak berbeda. Melalui aktivitas metaforis dalam model
sinektetik, kreativitas menjadi proses yang dapat dijalankan secara sadar.
Metafora-metafora membangun hubungan perumpamaan,perbandingan satu objek atau
gagasan dengan objek atau gagasan lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya.
Melalui
substitusi ini, proses kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang
familiar dengan yang tidak familiar atau membuat gagasan baru dari
gagasan-gagasan yang biasa. Terdapat dua strategi atau model pengajaran yang
didasarkan pada prosedur-prosedur sinektik. Salah satunya adalah membuat
sesuatu yang baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal
yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah,
gagasan-gagasan, dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan
yang lebih kreatif. Sedangkan strategi yang lain yaitu membuat yang asing menjadi
familiar (making the strange familiar), dirancang untuk membuat
gagasan-gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi bermakna.
Problem based
learning merupakan pembelajaran berdasarkan masalah,
telah dikenal sejak zaman Jonh Dewey. Dewey mendeskripsikan pandangan tentang
pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas
akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan penuntasan masalah kehidupan
nyata (Arends, 2008:46).
Pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih
tinggi,
mengembangkan
kemandirian dan kepercayaan diri, hal ini diungkapkan Arends dalam Trianto
(2007: 68).
Dari pendapat
tersebut diatas dapat dipahami bahwa problem based learning atau
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar, dengan membangun cara berpikir kritis dan terampil dalam pemecahan
masalah, serta mengkostruksi pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. Jadi problem based learning memiliki gagasan bahwa
pembelajaran dapat efektif dan dicapai jika kegiatan pembelajaran dipusatkan
pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan dan dipresentasikan
dalam suatu konteks.
2.
Karakteristik Model Problem Based Learning
Problem based learning
dengan pengharapan peserta didik belajar di lingkungan
kecil atau kelompok kecil akan membantu perkembangan masyarakat belajar.
Bekerja dalam kelompok juga membantu mengembangkan karakteristik esensial yang
dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti dalam berkomunikasi
secara verbal, berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan membangun team
kerja.
Dari berbagai model pembelajaran
yang mulai dikembangkan itu memiliki masing-masing karakteristik. Para
pengembang pembelajaran problem based learning (Krajcik, Blumenfeld,
Marx, Soloway, Slavin Maden, Dolan, Wasik, Cognition dan Teknology Group
at Vanderbit) telah mendeskripsikan karakteristik sebagai berikut (Arends,
2009: 42):
·
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pembelajaran problem based learning
mengorganisasi pembelajaran dengan diseputar pertanyaan dan masalah yang
kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi peserta
didik. Pengajuan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
·
Berfokus pada interdisipliner.
Meskipun problem based learning
dipusatkan pada subjek tertentu atau mata pelajaran tertentu, akan tetapi
masalah yang dipilihkan benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran
·
Investigasi autentik
Problem based learning mengharuskan
siswa untuk melakukan investigasi autentik atau peyelidikan autentik
untuk menemukan solusi riil. Mereka harus menganalisis, mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan eksprimen (bila memungkinkan) membuat inferensi dan
menarik kesimpulan.
·
Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Problem based learning menuntut
siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka
temukan. Produk tersebut dapat berupa
transkrip debat, debat bohong-bohongan, dan dapat juga dalam bentuk laporan,
model fisik, video, maupun program computer. Karya nyata itu kemudian di
demonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional
atau makalah.
·
Kolaborasi
Problem based learning dicirikan
oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi
untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan
meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama dan
untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Jadi problem
based learning tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi
dengan jumlah besar kepada peserta didik, akan tetapi problem based learningdirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir,
keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari
peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau
situasi yang disimulasikan, dan menjadi peserta didik yang mandiri dan otonom.
Keterampilan berpikir yang
dibangun pada pelaksanaan problem based learning tentu
berimplikasi dari apa yang menjadi karakternya. Tingkat berpikir
3.
Prosedur Pelaksanaan Model Problem
Based Learning
Konsep tentang problem based
learning adalah sangat jelas, tidak rumit dan mudah untuk menangkap ide-ide
dasar yang terkait dengan model ini. Namun bagaimanapun juga pelaksanaan model
itu secara efektif lebih sulit. Penerapan model pembelajaran ini membutuhkan
banyak latihan dan mengharuskan untuk mengambil keputusan-keputusan khusus pada
saat fase perencanaan, interaksi dan fase setelah pembelajarannya.
Beberapa prinsip pembelajaran sama
dengan prinsip yang telah dideskripsikan untuk presentasi, pengajaran langsung
dan cooperative learning, tetapi sebagian lainnya unik bagi problem based
learning. Penekanan diberikan
pada ciri unik model tersebut dalam proses pelaksanaannya adalah (Arends,
2009: 52-56), (Ibrahim dan Nur, 2005: 24-29) :
a. Melaksanakan
Perecanaan
Pada tingkat yang paling mendasar, problem
based learning dicirikan mengenai peserta didik bekerja dalam berpasangan
atau kelompok kecil untuk melakukan penyelidikan masalah-masalah kehidupan
nyata yang belum teridentifikasi dengan baik. Karena tipe pembelajaran ini
sangat tinggi kualitas interaktifnya, beberapa ahli berpendapat bahwa
perencanaan yang terinci tidak dibutuhkan dan bahkan tidak mungkin.
Penyederhanaan ini tidak benar. Perencanaan untuk pembelajaran problem based
learning seperti halnya dengan pelajaran interaktif yang lain, pendekatan
yang berpusat pada peserta didik, membutuhkan upaya perencanaan sama banyaknya
atau bahkan lebih. Perencanaan guru itulah yang memudahkan pelaksanaan berbagai
fase pembelajaran problem based learning dan pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
1) Penetapan
tujuan
Penetapan tujuan pembelajaran khusus
untuk pembelajaran problem based learning merupakan salah satu di
antata tiga pertimbangan penting perencanaan. Sebelumnya problem
based learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan yaitu
meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang
dewasa, dan membantu peserta didik untuk menjadi mandiri. Akan tetapi kemungkinan
yang lebih besar
adalah guru hanya
akan menekankan pada satu atau dua
tujuan
pembelajaran tertentu.
2) Merancang
situasi masalah
Problem based learning didasarkan
pada anggapan dasar bahwa situasi bermasalah yang penuh teka teki dan
masalah yang tidak terdefinisikan secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu
peserta didik hingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki.
Menurut Sanjaya (2008: 216) bahan
pembelajaran atau masalah yang ditawarkan adalah gap atau kesenjangan antara
situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi
dengan apa yang di harapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya
keresahan, keluhan, kerisauan dan kecemasan. Oleh karena itu kriteria pemilihan
bahan pelajaran atau masalah adalah :
a) Masalah
yang mengandung isu-isu, konflik (compflict issue) yang bisa bersumber
dari berita, rekaman video dan yang lainya.
b) Yang
dipilih adalah bahan yang bersifat familier dengan peserta didik,
shingga setiap peserta didik dapat mengikutinya dengan semangat.
c) Yang
dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.
d) Yang
dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
e) Yang
dipilih sesuai dengan minat peserta didik sehingga setiap peserta didik merasa
perlu untuk mempelajarinya.
3) Organisasi
sumber daya dan rencana logistik
Problem based learning mendorong
peserta didik untuk bekerja dengan berbagai bahan dan alat, beberapa di
antaranya dilakukan di dalam kelas, yang lainnya di perpustakaan atau
laboratorium komputer, sementara yang lainnya berada di luar sekolah. Untuk
pekerjaan yang berada di luar sekolah mendatangkan masalah khusus bagi guru.
Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan
untuk penyelidikan peserta didik, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama
bagi guru.
b.
Melaksanakan Pembelajaran
Pada pelaksanaan problem
based learning ada lima fase dan prilaku yang dibutuhkan dari guru untuk
dilalui yakni :
1)
Memberikan orientasi masalah kepada
siswa
Guru harus menjelaskan proses-proses
dan prosedur-prosedur model itu secara terperinci, hal yang perlu dielaborasi
antara lain:
a) Tujuan
utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi
menginvestigasi berbagai permasalah penting dan menjadi pelajar yang mandiri.
Untuk peserta didik yang lebih muda, konsep ini
dapat dijelaskan sebagai pelajaran bagi mereka untuk dapat
“menemukan sendiri makna berbagai hal”.
b) Permasalah
atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban yang mutlak “benar”
dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang
kadang-kadang saling bertentangan.
c) Selama
fase investigasi pelajaran, peserta didik akan didorong untuk melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan memberikan bantuan, tetapi siswa
mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
d) Selama
fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa akan di dorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang
ditertawakan oleh guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan
untuk berkonstribusi dalam investigasi dan mengekspresikan ide-idenya.
2)
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada model pembelajaran berdasarkan
masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan
saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersamaan. Berkenaan dengan
hal tersebut peserta didik memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan
dan tugas-tugas pelaporan.
3)
Membantu penyelidikan individu dan
kelompok
Hal yang dilakukan guru adalah membantu
penyelidikan peserta didik secara individu maupun kelompok dengan jalan yaitu:
a) Pengumpulan
data dan eksperimentasi, guru membantu peserta didik untuk pengumpulan
informasi dari berbagai sumber, peseta didik diberi pertanyaan yang membuat
mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah tersebut. Peserta didik diajarkan untuk menjadi penyelidik
yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
dihadapinya, peserta didik juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika
penyelidikan yang benar.
b) Guru
mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan
tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam
rangka, selama tahap penyelidikan, guru seharusnya menyediakan bantuan yang
dibutuhkan tampa mengganggu aktifitas peserta didik.
c) Mengembangkan
dan menyajikan artifak dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan
tertulis, artifak meliputi berbagai karya seperti videotape yang menunjukkan
situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan. Setelah artifak dikembangkan,
maka guru seringkali mengorganisasikan pamertan untuk memamerkan dan
mempublikasikan hasil karya tersebut.
4) Analisis
dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tahap akhir problem based
learning meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu siswa
menganalisa dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan di samping itu
juga keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka
gunakan.
SINTAKS PROBLEM BASED
LEARNING
Fase
|
|
Perilaku
Guru
|
|
||||
|
|
|
|
||||
Fase 1:
Orientasi siswa kepada maslah
|
Guru
|
menjelaskan tujuan
|
pembelajaran,
|
||||
|
menjelaskan
|
logistik
|
yang
|
dibutuhkan,
|
|||
|
memotivasi siswa
terlibat pada aktivasi
|
||||||
|
pemecahan
masalah yang dipilihnya
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|||
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru
|
membantu
|
peserta
|
didik
|
|||
|
mendefinisikan
|
dan
|
mengorganisasikan
|
||||
|
tugas belajar
yang berhubungan dengan
|
||||||
|
masalah tersebut.
|
|
|
|
|
||
|
|
||||||
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu
|
Guru mendorong
peserta didik untuk
|
||||||
maupun
kelompok
|
mengumpulkan
|
infomasi
|
yang
|
sesuai
|
|||
|
melaksanakan
|
|
eksprimen,
|
untuk
|
|||
|
mendapatkan
|
penjelasan dan
pemecahan
|
|||||
|
masalah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan
|
Guru
|
membantu
|
siswa
|
dalam
|
|||
hasil karya
|
merencanakan
dan menyiapkan karya yang
|
||||||
|
sesuai seperti
laporan, video, dan model
|
||||||
|
dan membantu
mereka untuk berbagi tugas
|
||||||
|
dengan
temannya.
|
|
|
|
|||
|
|
||||||
Fase 5:
Mengembangkan dan mengevaluasi
|
Guru membantu
peserta didik untuk
|
||||||
proses
pemecahan masalah
|
melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
|
||||||
|
penyelidikan mereka
dan proses-proses
|
||||||
|
yang mereka
gunakan.
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
Referensi :