A. Model Pembelajaran (Model Of Teaching)
Joyce & Weil (1980)
mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit
dibedakan dengan strategi pembelajaran.
1.
Pencapaian
Konsep (Concept Attainment)
Model pembelajaran pencapaian konsep dikembangkan oleh
Bruner (Joyce, 2010:32). Bruner, Goodnow, dan Austin (1967) dalam Joyce
(2010:125) menyatakan bahwa pencapaian konsep merupakan proses menvariasi dan
mendaftar sifat-sifat yang dapat digunakan untuk membedakan contoh-contoh yang
tepat dengan contoh yang tidak tepat dari berbagai kategori.
Model pembelajaran pencapaian konsep merupakan metode yang
efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu
topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium
perkembangan konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat
memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi
konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan
konsep.
Joyce (2010:128) menyatakan bahwa pengajaran konsep menyediakan
kemungkinan–kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa dan
membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang lebih efektif. Dari
pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian
konsep menekankan pada proses mengembangkan keterampilan berpikir siswa
2.
Latihan
Penelitian (Inquiry Training)
Model Inquiry Training (Latihan Inkuiri)
adal.ah model pembelajaran dimana pengajar melibatkan kemampuan berpikir kritis
pembelajaran untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik.
Latihan inkuiri bertolak dari kepercayaan bahwa agar seseorang menjadi mandiri,
dituntut metode yang dapat memberi kemudahan pada pembelajar untuk melibatkan
diri dalam penelitian ilmiah. Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan induktif
dalam menemukan pengetahuan dan berpusat pada keaktifan pembelajar. Jadi bukan
pembelajaran yang berpusat pada pengajar. Dalam model pembelajaran ini isi dan
proses peyelidikan diajarkan bersama-sama dalam waktu yang bersamaan.
Pembelajar melalui proses penyelidikan akhimya sampai kepada isi pengetahuan
itu sendiri. Jadi, tujuan umum dan model latihan inlmiri adalah membantu
peserta didik mengembangkan keterampi~an intelektual dan
keterampilan-keterampilan lrunnya, seperti mengajukan pertanyaan dan menemukan
(mencari) jawaban yang berawal dari keingintahuan mereka (Sani dan Syihab,
2010:17-18).
Joyce dan Weil (2009) mengemukakan pembelajaran
model inquiry training memiliki 5 langkah pokok:
1)
Menghadapkan
pada masalah: menjelaskan prosedur penelitian, menjelaskan perbedaan-
perbedaan.
2)
Pengumpulan
data (Verifikasi): memverifi- kasi hakikat objek dan kondisinya memve-
rifikasi peristi\w. dari keadaan permasalahan.
3)
Pengumpulan
data (Eksperimentasi): memi- sahkan variabel yang relevan, menghipotesiskan
(serta menguji) hubungan kausal.
4)
Mengolah,
memformulasikan suatu penjelasan: memformulasikan aturan dan penjelasan.
5)
Analisis
proses penelitian: menganalisis strategi penelitian dan mengembangkan yang
paling efektif
3.
Berpikir
induktif (Inductive Thinking)
Taba dalam Purwanto
(2012) model pembelajaran berpikir induktif sebenarnya merupakan pembawaan
sejak lahir dan keberadaannya sudah absah. Ia hadir sebagai suatu revolusioner,
mengingat sekolah-sekolah saat ini telah memutuskan untuk mengajar dalam corak
yang tidak absah dan sering merongrong kapasitas bawaan sejak lahir.
Model belajar berfikir induktif (inductive thinking) sangat
diperlukan dalam kegiatan akademik. Berfikir induktif (inductive thinking) adalah
kemampuan untuk menganalisa informasi dan membangun konsep umumnya
dianggap sebagai keterampilan pemikiran mendasar. Bahkan
jika pembelajaran konsep tidak begitu kritis
dalam perkembangan pemikiran, organisasi informasi yang begitu
fundamental dalam ranah kurikulum. Dengan demikian, pemikiran induktif akan
menjadi model yang sangat penting untuk belajar dan
mengajar mata pelajaran sekolah.
Gordon
(dalam Joyce 2011:252) menggagas sinektik berdasarkan empat gagasan yang sekaligus
juga menyaingi pandangan-pandangan konvensional tentang kreativitas. Pertama,
karena kreativitas penting dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, proses
kreatif tidak selamanya serius. Ketiga, penemuan yang dianggap inovasi atau
kreatif sama rata di semua bidang seni, sains, teknik, dan ditandai oleh proses
intelektual yang sama. Keempat, bahwa penemuan (pola pikir kreatif)
individu maupun kelompok tidak berbeda. Melalui aktivitas metaforis dalam model
sinektetik, kreativitas menjadi proses yang dapat dijalankan secara sadar.
Metafora-metafora membangun hubungan perumpamaan,perbandingan satu objek atau
gagasan dengan objek atau gagasan lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya.
Melalui
substitusi ini, proses kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang
familiar dengan yang tidak familiar atau membuat gagasan baru dari
gagasan-gagasan yang biasa. Terdapat dua strategi atau model pengajaran yang
didasarkan pada prosedur-prosedur sinektik. Salah satunya adalah membuat
sesuatu yang baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal
yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah,
gagasan-gagasan, dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan
yang lebih kreatif. Sedangkan strategi yang lain yaitu membuat yang asing menjadi
familiar (making the strange familiar), dirancang untuk membuat
gagasan-gagasan yang baru dan tidak familiar menjadi bermakna.
Problem based
learning merupakan pembelajaran berdasarkan masalah,
telah dikenal sejak zaman Jonh Dewey. Dewey mendeskripsikan pandangan tentang
pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas
akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan penuntasan masalah kehidupan
nyata (Arends, 2008:46).
Pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih
tinggi,
mengembangkan
kemandirian dan kepercayaan diri, hal ini diungkapkan Arends dalam Trianto
(2007: 68).
Dari pendapat
tersebut diatas dapat dipahami bahwa problem based learning atau
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar, dengan membangun cara berpikir kritis dan terampil dalam pemecahan
masalah, serta mengkostruksi pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. Jadi problem based learning memiliki gagasan bahwa
pembelajaran dapat efektif dan dicapai jika kegiatan pembelajaran dipusatkan
pada tugas-tugas atau permasalahan yang otentik, relevan dan dipresentasikan
dalam suatu konteks.
2.
Karakteristik Model Problem Based Learning
Problem based learning
dengan pengharapan peserta didik belajar di lingkungan
kecil atau kelompok kecil akan membantu perkembangan masyarakat belajar.
Bekerja dalam kelompok juga membantu mengembangkan karakteristik esensial yang
dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti dalam berkomunikasi
secara verbal, berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan membangun team
kerja.
Dari berbagai model pembelajaran
yang mulai dikembangkan itu memiliki masing-masing karakteristik. Para
pengembang pembelajaran problem based learning (Krajcik, Blumenfeld,
Marx, Soloway, Slavin Maden, Dolan, Wasik, Cognition dan Teknology Group
at Vanderbit) telah mendeskripsikan karakteristik sebagai berikut (Arends,
2009: 42):
·
Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pembelajaran problem based learning
mengorganisasi pembelajaran dengan diseputar pertanyaan dan masalah yang
kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi peserta
didik. Pengajuan situasi kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
·
Berfokus pada interdisipliner.
Meskipun problem based learning
dipusatkan pada subjek tertentu atau mata pelajaran tertentu, akan tetapi
masalah yang dipilihkan benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran
·
Investigasi autentik
Problem based learning mengharuskan
siswa untuk melakukan investigasi autentik atau peyelidikan autentik
untuk menemukan solusi riil. Mereka harus menganalisis, mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melaksanakan eksprimen (bila memungkinkan) membuat inferensi dan
menarik kesimpulan.
·
Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Problem based learning menuntut
siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang
mereka
temukan. Produk tersebut dapat berupa
transkrip debat, debat bohong-bohongan, dan dapat juga dalam bentuk laporan,
model fisik, video, maupun program computer. Karya nyata itu kemudian di
demonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang telah mereka
pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional
atau makalah.
·
Kolaborasi
Problem based learning dicirikan
oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara
berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi
untuk keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan
meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama dan
untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
Jadi problem
based learning tidak dirancang untuk membantu guru menyampaikan informasi
dengan jumlah besar kepada peserta didik, akan tetapi problem based learningdirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir,
keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya, mempelajari
peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau
situasi yang disimulasikan, dan menjadi peserta didik yang mandiri dan otonom.
Keterampilan berpikir yang
dibangun pada pelaksanaan problem based learning tentu
berimplikasi dari apa yang menjadi karakternya. Tingkat berpikir
3.
Prosedur Pelaksanaan Model Problem
Based Learning
Konsep tentang problem based
learning adalah sangat jelas, tidak rumit dan mudah untuk menangkap ide-ide
dasar yang terkait dengan model ini. Namun bagaimanapun juga pelaksanaan model
itu secara efektif lebih sulit. Penerapan model pembelajaran ini membutuhkan
banyak latihan dan mengharuskan untuk mengambil keputusan-keputusan khusus pada
saat fase perencanaan, interaksi dan fase setelah pembelajarannya.
Beberapa prinsip pembelajaran sama
dengan prinsip yang telah dideskripsikan untuk presentasi, pengajaran langsung
dan cooperative learning, tetapi sebagian lainnya unik bagi problem based
learning. Penekanan diberikan
pada ciri unik model tersebut dalam proses pelaksanaannya adalah (Arends,
2009: 52-56), (Ibrahim dan Nur, 2005: 24-29) :
a. Melaksanakan
Perecanaan
Pada tingkat yang paling mendasar, problem
based learning dicirikan mengenai peserta didik bekerja dalam berpasangan
atau kelompok kecil untuk melakukan penyelidikan masalah-masalah kehidupan
nyata yang belum teridentifikasi dengan baik. Karena tipe pembelajaran ini
sangat tinggi kualitas interaktifnya, beberapa ahli berpendapat bahwa
perencanaan yang terinci tidak dibutuhkan dan bahkan tidak mungkin.
Penyederhanaan ini tidak benar. Perencanaan untuk pembelajaran problem based
learning seperti halnya dengan pelajaran interaktif yang lain, pendekatan
yang berpusat pada peserta didik, membutuhkan upaya perencanaan sama banyaknya
atau bahkan lebih. Perencanaan guru itulah yang memudahkan pelaksanaan berbagai
fase pembelajaran problem based learning dan pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan.
1) Penetapan
tujuan
Penetapan tujuan pembelajaran khusus
untuk pembelajaran problem based learning merupakan salah satu di
antata tiga pertimbangan penting perencanaan. Sebelumnya problem
based learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan yaitu
meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang
dewasa, dan membantu peserta didik untuk menjadi mandiri. Akan tetapi kemungkinan
yang lebih besar
adalah guru hanya
akan menekankan pada satu atau dua
tujuan
pembelajaran tertentu.
2) Merancang
situasi masalah
Problem based learning didasarkan
pada anggapan dasar bahwa situasi bermasalah yang penuh teka teki dan
masalah yang tidak terdefinisikan secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu
peserta didik hingga membuat mereka tertarik untuk menyelidiki.
Menurut Sanjaya (2008: 216) bahan
pembelajaran atau masalah yang ditawarkan adalah gap atau kesenjangan antara
situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi
dengan apa yang di harapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya
keresahan, keluhan, kerisauan dan kecemasan. Oleh karena itu kriteria pemilihan
bahan pelajaran atau masalah adalah :
a) Masalah
yang mengandung isu-isu, konflik (compflict issue) yang bisa bersumber
dari berita, rekaman video dan yang lainya.
b) Yang
dipilih adalah bahan yang bersifat familier dengan peserta didik,
shingga setiap peserta didik dapat mengikutinya dengan semangat.
c) Yang
dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.
d) Yang
dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus
dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
e) Yang
dipilih sesuai dengan minat peserta didik sehingga setiap peserta didik merasa
perlu untuk mempelajarinya.
3) Organisasi
sumber daya dan rencana logistik
Problem based learning mendorong
peserta didik untuk bekerja dengan berbagai bahan dan alat, beberapa di
antaranya dilakukan di dalam kelas, yang lainnya di perpustakaan atau
laboratorium komputer, sementara yang lainnya berada di luar sekolah. Untuk
pekerjaan yang berada di luar sekolah mendatangkan masalah khusus bagi guru.
Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan
untuk penyelidikan peserta didik, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama
bagi guru.
b.
Melaksanakan Pembelajaran
Pada pelaksanaan problem
based learning ada lima fase dan prilaku yang dibutuhkan dari guru untuk
dilalui yakni :
1)
Memberikan orientasi masalah kepada
siswa
Guru harus menjelaskan proses-proses
dan prosedur-prosedur model itu secara terperinci, hal yang perlu dielaborasi
antara lain:
a) Tujuan
utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru tetapi
menginvestigasi berbagai permasalah penting dan menjadi pelajar yang mandiri.
Untuk peserta didik yang lebih muda, konsep ini
dapat dijelaskan sebagai pelajaran bagi mereka untuk dapat
“menemukan sendiri makna berbagai hal”.
b) Permasalah
atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban yang mutlak “benar”
dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang
kadang-kadang saling bertentangan.
c) Selama
fase investigasi pelajaran, peserta didik akan didorong untuk melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan memberikan bantuan, tetapi siswa
mestinya berusaha bekerja secara mandiri atau dengan teman-temannya.
d) Selama
fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa akan di dorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang
ditertawakan oleh guru maupun teman sekelas. Semua siswa akan diberi kesempatan
untuk berkonstribusi dalam investigasi dan mengekspresikan ide-idenya.
2)
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada model pembelajaran berdasarkan
masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan
saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersamaan. Berkenaan dengan
hal tersebut peserta didik memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan
dan tugas-tugas pelaporan.
3)
Membantu penyelidikan individu dan
kelompok
Hal yang dilakukan guru adalah membantu
penyelidikan peserta didik secara individu maupun kelompok dengan jalan yaitu:
a) Pengumpulan
data dan eksperimentasi, guru membantu peserta didik untuk pengumpulan
informasi dari berbagai sumber, peseta didik diberi pertanyaan yang membuat
mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah tersebut. Peserta didik diajarkan untuk menjadi penyelidik
yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang
dihadapinya, peserta didik juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika
penyelidikan yang benar.
b) Guru
mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan
tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam
rangka, selama tahap penyelidikan, guru seharusnya menyediakan bantuan yang
dibutuhkan tampa mengganggu aktifitas peserta didik.
c) Mengembangkan
dan menyajikan artifak dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan
tertulis, artifak meliputi berbagai karya seperti videotape yang menunjukkan
situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan. Setelah artifak dikembangkan,
maka guru seringkali mengorganisasikan pamertan untuk memamerkan dan
mempublikasikan hasil karya tersebut.
4) Analisis
dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tahap akhir problem based
learning meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu siswa
menganalisa dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan di samping itu
juga keterampilan penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka
gunakan.
SINTAKS PROBLEM BASED
LEARNING
Fase
|
|
Perilaku
Guru
|
|
||||
|
|
|
|
||||
Fase 1:
Orientasi siswa kepada maslah
|
Guru
|
menjelaskan tujuan
|
pembelajaran,
|
||||
|
menjelaskan
|
logistik
|
yang
|
dibutuhkan,
|
|||
|
memotivasi siswa
terlibat pada aktivasi
|
||||||
|
pemecahan
masalah yang dipilihnya
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|||
Fase 2:
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru
|
membantu
|
peserta
|
didik
|
|||
|
mendefinisikan
|
dan
|
mengorganisasikan
|
||||
|
tugas belajar
yang berhubungan dengan
|
||||||
|
masalah tersebut.
|
|
|
|
|
||
|
|
||||||
Fase 3: Membimbing penyelidikan individu
|
Guru mendorong
peserta didik untuk
|
||||||
maupun
kelompok
|
mengumpulkan
|
infomasi
|
yang
|
sesuai
|
|||
|
melaksanakan
|
|
eksprimen,
|
untuk
|
|||
|
mendapatkan
|
penjelasan dan
pemecahan
|
|||||
|
masalah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
Fase 4:
Mengembangkan dan menyajikan
|
Guru
|
membantu
|
siswa
|
dalam
|
|||
hasil karya
|
merencanakan
dan menyiapkan karya yang
|
||||||
|
sesuai seperti
laporan, video, dan model
|
||||||
|
dan membantu
mereka untuk berbagi tugas
|
||||||
|
dengan
temannya.
|
|
|
|
|||
|
|
||||||
Fase 5:
Mengembangkan dan mengevaluasi
|
Guru membantu
peserta didik untuk
|
||||||
proses
pemecahan masalah
|
melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
|
||||||
|
penyelidikan mereka
dan proses-proses
|
||||||
|
yang mereka
gunakan.
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber
Referensi :
0 comments:
Post a Comment